Perang Melawan Hegemoni dan Keserakahan Kongsi Dagang (Abad 16-18)
awal mula kedatangan Belanda Ke
Indonesia yaitu berdagang, karena melihat di Nusantara terdapat banyak
rempah-rempah maka Belanda berkeinginan untuk mendapatkan rempah-rempah
tersebut. Karena kedatangan Belanda tidak hanya mencari rempah-rempah dan
berdagang, namun juga ingin menguasai wilayah Nusantara maka timbulah
perlawanan dari rakyat terhadap pemerintah Belanda.
A. Aceh
versus Purtugis dan VOC
Setelah
Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511, justru membawa hikmah bagi
Aceh. Banyak pedagang menuju Aceh dan perdagangan di Aceh semakin ramai.
Perkembangan Aceh yang begitu pesat dipandang sebagai ancaman oleh Portugis
maka Portugis berniat untuk menghancurkan Aceh. Tahun 1523 Portugis melancarkan
serangan di bawah pimpinan Henrigues, dan menyusul pada tahun 1524 dipimpin
oleh de Sauza, akhirnya serangan Portugis mengalami kegagalan.
Portugis menghalalkan segala cara untuk
melemahkan posisi Aceh sebagai pusat perdagangan. Misalnya kapal dagang Aceh
diburu oleh kapal Portugis untuk ditangkap. Oleh karena sikap Portugis itu,
maka muncullah perlawan perlawanan rakyat Aceh. Sebagai persiapan Aceh
melakukan langkah-langkah antara lain:
1)
Melengkapi kapal-kapal dengan persenjataan, meriam dan
prajurit.
2)
Mendatangkan bantuan persenjataan, sejumlah tentara dan
beberapa ahli dari Turki pada tahun 1567.
3)
Mendatangkan bantuan persenjataan dari Kalikut dan Jepara.
Setelah
berbagai bantuan berdatangan, Aceh segera melancarkan serangan terhadap
Portugis di Malaka. Portugis harus bertahan mati-matian di Formosa/ Benteng.
Portugis harus mengerahkan semua kekuatannya sehingga serangan Aceh ini dapat
digagalkan.
Sebagai
tindakan balasan pada tahun 1569 Portugis balik menyerang Aceh, tetapi serangan
Portugis di Aceh ini juga dapat digagalkan oleh pasukan Aceh.
Sementara itu, Portugis mempunyai rencana terhadap Aceh sebagai berikut:
1)
Menghancurkan Aceh dengan jalan mengepungnya selama 3 tahun.
2)
Setiap kapal yang berlayar di selat Malaka akan disergap dan
dihancurkan.
Rakyat
Aceh dan para pemimpinnya selalu ingin memerangi kekuatan dan dominasi asing,
oleh karena itu, jiwa dan semangat juang untuk mengusir Portugis dari Malaka
tidak pernah padam. Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1639),
semangat juang mempertahankan tanah air dan mengusir penjajahan asing semakin
meningkat.
Iskandar Muda adalah raja yang gagah
berani dan bercita-cita untuk mengenyahkan penjajahan asing, termasuk mengusir
Portugis dari Malaka. Iskandar Muda berusaha untuk melipat gandakan kekuatan
pasukannya. Angkatan lautnya diperkuat dengan kapal-kapal besar yang dapat
mengangkut 600-800 prajurit.
Pasukan kavaleri dilengkapi dengan
kuda-kuda dari Persia, bahkan Aceh juga menyiapkan pasukan gajah dan milisi
infanteri. Sementara itu untuk mengamankan wilayahnya yang semakin luas
meliputi Sumatera Timur dan Sumatera Barat, ditempatkan para pengawas di
jalur-jalur perdagangan.
Para pengawas itu ditempatkan di
pelabuhan-pelabuhan penting seperti di Pariaman. Para pengawas itu umumnya
terdiri para panglima perang. Setelah mempersiapkan pasukannya, pada tahun 1629
Iskandar Muda melancarkan serangan ke Malaka. Menghadapi serangan kali ini
Portugis sempat kewalahan. Portugis harus mengerahkan semua kekuatan tentara
dan persenjataan untuk menghadapi pasukan Iskandar Muda.
Namun, serangan Aceh kali ini juga tidak
berhasil mengusir Portugis dari Malaka. Hubungan Aceh dan Portugis semakin
memburuk. Bentrokan-bentrokan antara kedua belah pihak masih sering terjadi,
tetapi Portugis tetap tidak berhasil menguasai Aceh dan begitu juga Aceh tidak
berhasil mengusir Portugis dari Malaka. Yang berhasil mengusir Portugis dari
Malaka adalah VOC pada tahun 1641.
B.
Maluku Angkat Senjata
Portugis
berhasil memasuki Kepulauan Maluku pada tahun 1521. Mereka memusatkan
aktivitasnya di Ternate. Tidak lama berselang Spanyol datang ke Maluku dan
memusatkan kedudukannya di Tidore. Dan persaingan tajam antara Portugis dan
Spanyol tidak dapat dihindari lagi. Tahun 1529 terjadi perang antara Tidore
melawan Portugis, penyebab dari perang ini adalah karena kapal Portugis
menembak jung-jung dari banda yang akan membeli cengkih di Tidore.
Tentu
saja Tidore tidak dapat menerima tindakan Portugis tersebut. Dan terjadilan
perlawanan antara kedua belah pihak. Dalam perang ini Portugis dibantu
oleh Ternate dan Bacan, dan akhirnya Portugis menang. Dengn kemenangan ini
Portugis semakin sombong dan sering berlaku kasar terhadap rakyat Maluku dan
upaya monopoli terus dilakukan. Akibat perbuatan ini maka terjadilan
letupan-letupan perlawanan rakyat.
Sementar
itu untuk menyelesaikan persaingan antara Portugis dan Spanyol maka disepakati
Perjanjian Saragosa pada tahun 1534. Dengan adanya perjanjian itu Portugis
semakin berkuasa dan memakakan kehendaknya untuk melaksanakan
monopoli.kedudukan Portugis ini menganggu kedaulatan kerajaan yang ada di Maluku.
Maka tahun 1565 terjadi perlawanan di bawah pimpinan Sultan Khaerun/Hairun.
Sultan
Khaerun/Hairun menyerukan seluruh rakyat untuk angkat senjata melawan Portugis.
Portugis mulai kewalahan dan mengusulkan untuk melaksanakan perundingan kepada
Sultan Khaerun/Hairun. Dan Sultan Khaerun/Hairun menerima ajakan Portugis
tersebut dan perundingan diadakan di benteng Soa Palo, tetapi itu hanyalah tipu
muslihat dari Portugis, pada saat perundingan terjadi, Sultan Khaerun ditangkap
dan dibunuh.
Setelah
Sultan Khaerun dibunuh, perlawanan terus terjadi di bawah pimpinan Sultan
Baabullah(Sultan Khaerun). Melihat tindakan Portugis yang tidak
berperikemanusiaan, semangat rakyat Maluku semakin berkorban. Semua rakyat
Maluku dipersatukan untuk melawan Portugis. Pada tahu 1575 Portugis dapat
didesakdan diusir dari Ternate. Portugis melarikan diri dan menetap di Ambon
sampai tahun 1605, dan akhirnya Portugis dapat diusir oleh VOC dari Ambon. Dan
kemudian menetap di VOC.
Serangkaian
serangan terus terjadi terhadap Portugis maupun VOC
yang melakukan tindakan sewenang-wenangnya. Misalnya tahu 1635-1646
terjadi serangan sporadis dari rakyat Hitu yang dipimpin oleh Kakiali dan
Telukabesi. Namun serangan itu berhasil dipatahkan oleh VOC yang memiliki
persenjataan lebih lengkap. Rakyat terus mengalami penderitaan akibat kebijakan
onopoli rempah-rempah yang disertai pelayaran Hongi.
Tahun 1680, VOC memaksakan perjanjian terhadap penguasa Tidore. Kerajaan Tidore yang mulanya sebagai sekutu turun statusnya menjadi vassal VOC. Penempatan Tidore sebagai vassal VOC menimbulkan protes keras dari pangeran Nuku. Maka timbullah perlawan rakyat yang dipimpin oleh Pangeran Nuku melawan VOC. Sultan Nuku mendapat dukungan rakyat Papua di bawah pimpinan Raja Ampat dan juga dari Gamrange dan Halmahera.
Sultan Nuku juga berhasil meyakinkan Sultan Aharal dan Pangeran Ibrahin untuk bersama-sama melawan VOC dan Inggris juga memberikan dukungan kepada Sultan Nuku. Belanda kewalahan untuk membendung ambisi Nuku untuk lepas dari dominasi Belanda. Sultan Nuku berhasil mengembangkan Pemerintah yang berdaulat melepaskan diri dari dominasi Belanda di Tidore.
C. Sultan Agung Versus J.P Coen
Sultan
Agung adalah raja yang paling terkenal dari Kerajaan Mataram. Pada masa
pemerintahan Sultan Agung, Mataram mencapai zaman keemasan. Cita-cita
Sultan Agung antara lain:
(1)
Mempersatukan seluruh tanah Jawa, dan
(2)
mengusir kekuasaan asing dari bumi Nusantara.
Oleh karena itu, Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia. Alasan Sultan Agung Merencanakan serangan ke Batavia, yakni:
1. Tindakan monopoli yang dilakukan VOC.
2. VOC sering menghalang-halangi kapal-kapal dagang Mataram yang akan berdagang ke Malaka.
3. VOC menolak untuk mengakui kedaulatan Mataram, dan
4. Keberadaan VOC di Batavia telah memberikan ancaman serius bagi masa depan Pulau Jawa.
Pada
tauhun 1628 telah dipersiapkan pasukan dengan segenap persenjataan dan
perbekalan. Pada waktu itu yang menjadi gubernur jendral VOC adalah J.P. Coen.
Sebagai pimpinan pasukan Mataram adalah Tumenggung Baureksa. Tepat pada tanggal
22 Agustus 1628, pasukan Mataram di bawah pimpinan Tumenggung Baureksa
menyerang Batavia. Tumenggung Baureksasendiri gugur dalam pertempuran itu.
Dengan demikian serangan tentara Sultan Agung pada tahun 1628 belum
berhasil.
Tahun 1629 pasukan Mataram diberangkatkan menuju Batavia. Sebagai pimpinan pasukan Mataram dipercayakan kepada Tumenggung Singaranu, Kiai Dipati Juminah, dan Dipati Purbaya. Di Tegal tentara VOC berhasil menghancurkan 200 kapal Mataram, 400 rumah penduduk dan sebuah lumbung beras. Pada saat pengepungan Benteng Bommel, terpetik berita bahwa J.P.Coen meninggal. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 21 September 1629.dengan semangat juang yang tinggi pasukan Mataram terus melakukan penyerangan. Dengan demikian serangan Sultan Agung yang kedua ini juga mengalami kegagalan.
Sultan Agung meninggal tahun 1645, Mataram menjadi semakin lemah sehingga akhirnya berhasil dikendalikan oleh VOC. Sebagai pengganti Sultan Agung adalah Sunan Amangkurat I. Ia memerintah pada tahun 1646-1677. Ternyata Raja Amangkurat I merupakan raja yang lemah dan bahkan bersahabat dengan VOC.
D.
Perlawanan Banten
Banten memiliki posisi yang strategis
sebagai bandar pandangan internasional. VOC membangun Bandar di Batavia pada
tahun1619. Oleh karena itu, rakyat Banten sering melakukan serangan-serangan
terhadap VOC. Tahun 1651, Pangeran Surya naik tahta di Kesultanan Banten. Ia
adalah cucu Sultan Abdul Mufakhir Mahmud Abdul Karim, anak dari Sultan Abu
al-Fath Abulfatah. Sultan Abu al-Fath Abdulfatah ini lebih dikenal dengan nama
Sultan Agung Tirtayasa. Sebagai balasan Sultan Ageng juga mengirim
beberapa pasukannya untuk mengganggu kapal-kapal dengan VOC dan menimbulkan
gangguan di Batavia.
Sementara itu untuk kepentingan pertahanan,
Sultan Ageng memerintahkan untuk membangun irigasi yang membenteng dari Sungai
Untung Jawa sampai Pontang. Oleh karena jasa-jasanya ini maka sultan digelari
Sultan Ageng Tirtayas.
Di tengah-tengah mengobarkan semangat anti
VOC itu, pada tahun 1671 Sultan Ageng raja pembantu yang lebih dikenal dengan
nama Sultan Haji. Pemisahan urusan pemerintahan di Banten ini tercium oleh
perwakilan VOC di Banten W.Caeff. karena hasutan VOC ini Sultan Haji mencurigai
ayah dan saudaranya. Sultan Haji juga sangat khawatir, apabila dirinya tidak
segera dinobatkan sebagai sultan, sangat mungkin jabatan sultan itu akan
diberikan kepada Pangeran Arya Purbaya.
Dalam persekongkolan tersebut VOC sanggup
membantu Sultan Haji untuk merebut Kesultanan Banten tetapi dengan empat
syarat:
1.
Banten harus menyerahkan Cirebon kepada VOC.
2. Monopoli lada di Banten dipegang oleh VOC dan harus
menyingkirkan para pedagang Persia, India, dan Cina.
3.
Banten harus membayar 600.000 ringgit apabila ingkar janji.
4. Pasukan Banten yang menguasai daerah pantai dan pedalaman
Priangan segera ditarik kembali. Isi perjanjian ini disetujui oleh Sultan Haji.
Pada
tahun 1681 VOC atas nama Sultan Haji berhajil merebut Kesultanan Banten. Istana
Surosowan berhasil dikuasai. Sultan Ageng kemudian membangun istana yang baru
berpusat di Tirtayasa. Pada tahun 1682 pasukan Sultan Ageng Tirtayasa berhasil
mengepung istana Surosowan. Tentara VOC terus memburu. Sultan Ageng Tirtayasa
beserta pengikutnya yang kemudian bergerak kearah Bogor.
Baru
setelah melalui tipu muslihat pada tahun 1683SultanAgeng Tirtayasa berhasil
ditangkap dan ditawan di Batavia sampai meninggalnya pada tahun 1692. Hal ini
terbukti setelah Sultan Ageng Tirtayasa meninggal,perlawanan rakyat
Banten terhadap VOC terus berlangsung. Misalnya pada tahun 1750 timbul
perlawanan yang dipimpin oleh Ki Tapa dan Ratu Bagus.
E.
Perlawanan Goa
Kerajan
goa merupakan salah satu kerajaan yang sangat terkenal di nusantara. Pusat
pemerintahannya berada di somba opu yang sekaligus menjadi pelabuhan kerajaan
goa. Banyak para pedagang asing yang tinggal di kota itu. Mereka diizinkan
membangun loji di kota itu. Masyarakat goa senantiasa berpegang pada prinsip
hidup sesuai dengan kata-kata “tanahku terbuka bagi semua bangsa”.
Pelabuhan
somba opu memiliki posisi yang strategis dalam jalur perdagangan internasional.
Pelabuhan somba opu telah berperan sebagai Bandar perdagangan tempat
persinggahan kapal-kapal dagang dari timur ke barat atau sebaliknya. Begitu
juga barang yang dagangan dari barat yang akan masuk ke Maluku juga melakukan
bongkar maut di somba opu.
Dengan
melihat peran dan posisinya yang stratigis, VOC berusaha keras untuk dapat
mengendalikan goa dan menguasai pelabuhan somba opu serta menerapkan monopoli
perdagangan. Berbagai upaya dilakukan untuk melemahkan usaha goa terhadap
pelabuhan somba opu tetapi gagal karena perahu-perahu makasar yang berukuran
kecil lebih lincah dan mudah bergerak di antara pulau-pulau yang ada. Kemudian
kapal-kapal VOC merusak menangkap kapal-kapal pribumi maupun kapal-kapal asing
lainnya.
Raja goa, sultan hasanuddin ingin
menghentikan tindakan VOC yang anarkis dan propokatif itu. Seluruh kekuatan di
persiapkan untuk menhadapi VOC. Beberapa sekutu goa dikordinasikan. Sementara
itu VOC juga mempersiapkan diri untuk menundukkan goa. VOC begitu bernafsu
untuk segera dapat mengendalikan kekuasaan di goa. Oleh karena itu, pemimpin
VOC, Gubernur Jendral Maetsuyker memutuskan untuk menyerang goa.
Dikirimlah pasukan ekspedisi yang
berkekuatan 21 kapal dengan mengangkut 600 orang tentara. Pada tanggal 7 juli
1667, meletus perang goa. Tentara VOC dipimpin oleh Cornelis janszoon spelman
diperkuat oleh pengikut aru palaka dan ditambah orang-orang ambon di bawah
pimpinan jonker van manipa. Kemenangan pihak VOC atas kerajaan goa. Hasanuddin
kemudian di paksa untuk menandatangani perjanjian bongaya pada tanggal 18
november 1667, yang isinya antara lain yaitu:
1)
GOA harus mengakui hak monopoli VOC.
2)
Semua orang barat, kecuali belanda harus meninggalkan wilayah
GOA.
3) GOA harus membayar biaya perang.
Pada tahun 1668 sultan hasanuddin mencoba
menggerakkan kekuatan rakyat untuk kembali melawan kesewenag-wenangan VOC.
Namun perlawanan ini segera dapat di padamkan oleh VOC. Dengan sangat terpaksa
sultan hasanuddin harus melaksanakan isi perjanjian bongaya. Bahkan
benteng pertahanan rakyat Goa jatuh dan diserahkan kepada VOC. Benteng itu
kemudian oleh spelman diberi nama benteng Rootterdam.
F.
Rakyat Riau
Angkat Senjata
Ambisi
untuk melakukan monopoli perdagangan dan menguasai berbagai daerah di nusantara
Kerajaan-kerajaan kecil semakin terdesak oleh pemaksaan monopoli dan tindakan
sewenang-wenang dari VOC.
Perlawanan
di riau adalah perlawanan yang di lancarkan oleh kerajaan siak sri indrapura.
Raja Siak Sultan Abdul jalil Rahmat syah memimpin rakyatnya untuk melawan VOC.
Dari pertahanan di pulau banten ini pasukan Sultan Abdul jalil mengirim pasukan
di bawah komando Raja lela muda untuk menyerang malaka.
Dalam
suasana konfrontasi dengan VOC itu, Sultan Abdul jalil Rahmat Syah wafat. Sebagai
gantinyya diangkatlah putranyayang bernama Muhammad abdul jalil muzafar syah .
pada tahun 1751 berkobar perang melawan VOC. Dengan cara membuat benteng
pertahanan di sepanjang jalur yang menghubungkan sungai Indragiri, Kampar
sampai pulau guntung yang berada di muara sungai siak. Oleh karena itu segera
dipersiapkan kekuatan yang lebih besar untuk menyerang VOC.
Raja
indra dan panglima besar tengku muhammad ali. Dalam serangan ini di
perkuat dengan kapal perang “Harimau Buas” yang dilengkapi dengan lancang serta
perlengkapan perang secukupnya. Dengan demikian pasukan siak sulit menembus
benteng pertahaanan itu. Namun banyak pula jatuh korban dari VOC , sehingga
nendatangkan bantuan kekuatan termasuk juga orang-orang cina. Pertemuran hamper
berlangsung satu bulan. Melihat situasi yang demikian itu kedua panglima perang
siak menyerukan pasukannya untuk mundur kembali ke siak.
Sultan
Siak bersama para panglima dan penasihat mengatur siasat baru. Di
sepakati bahwa VOC harus dilaswan dengan tipu daya. Sultan di minta untuk
berpura-pura berdamai dengan cara memberikan hadiah kepada belanda. VOC setuju
dengan ajakan damai ini. Perundingan damai di adakan di loji di pulau Guntung.
Sultan
segera memberi kode pada anak buah dan segera menyerap dan membunuh orang-orang
belanda di loji itu. Sekalipun belum berhasil mengenyahkan VOC dari malaka.
Siasat perang ini tidak terlepas dari jasa raja indra pahlawan. Oleh karena itu
atas jasanya raja indra pahlawan diangkat sebagai penglima besar kesultanan
siak dengan gelar :”panglima perang raja indra pahlawan datuk lima puluh”.
G.
Orang-orang Cina
Berontak
Sejak
abad ke-5 orang-orang Cina sudah mengadakan hubungan dagang ke Jawa dan
jumlahnya pun semakin banyak. Pada masa perkembangan kerajaan-kerajaan
Hindu-Buddha dan Islam banyak pedagang Cina yang tinggal di daerah pesisir,
bahkan tidak sedikit yang menikah dengan penduduk Jawa. Begitu juga pada masa
pemerintahan VOC di Batavia, banyak orang Cina yang datang ke Jawa.
VOC
memang sengaja mendatangkan orang-orang Cina dari Tiongkok dalam rangka
mendukung kemajuan perekonomian di Jawa. Orang-orang Cina yang datang ke Jawa
tidak semua yang memiliki modal. Banyak di antara mereka termasuk golongan
miskin. Mereka kemudian menjadi pengemis bahkan ada yang menjadi pencuri. Sudah
barang tentu hal ini sangat mengganggu kenyamanan dan keamanan Kota Batavia.
Untuk
membatasi kedatangan orang-orang Cina ke Batavia, VOC mengeluarkan ketentuan
bahwa setiap orang Cina yang tinggal di Batavia harus memiliki surat izin
bermukim yang disebut permissiebriefjes atau masyarakat
sering menyebut dengan “surat pas”. Apabila tidak memiliki surat izin, maka
akan ditangkap dan dibuang ke Sailon (Sri Langka) untuk dipekerjakan di
kebun-kebun pala milik VOC atau akan dikembalikan ke Cina.
Mereka
diberi waktu enam bulan untuk mendapatkan surat izin tersebut. Biaya untuk
mendapatkan surat izin itu yang resmi dua ringgit (Rds.2,-) per orang. Tetapi
dalam pelaksanaannya untuk mendapatkan surat izin terjadi penyelewengan dengan
membayar lebih mahal, tidak hanya dua ringgit. Akibatnya banyak yang tidak
mampu memiliki surat izin tersebut.
VOC
bertindak tegas, orang-orang Cina yang tidak memiliki surat izin bermukim
ditangkapi. Tetapi mereka banyak yang dapat melarikan diri keluar kota. Mereka
kemudian membentuk gerombolan yang mengacaukan keberadaan VOC di Batavia.
Pada
suatu ketika tahun 1740 terjadi kebakaran di Batavia. VOC menafsirkan peristiwa
ini sebagai gerakan orang-orang Cina yang akan melakukan pemberontakan. Oleh
karena itu, para serdadu VOC mulai beraksi dengan melakukan sweeping memasuki
rumah-rumah orang Cina dan kemudian melakukan pembunuhan terhadap orang-orang
Cina yang ditemukan di setiap rumah.
Sementara
yang berhasil meloloskan diri dan melakukan perlawanan di berbagai daerah,
misalnya di Jawa Tengah. Salah satu tokohnya yang terkenal adalah Oey Panko
atau kemudian dikenal dengan sebutan Khe Panjang, kemudian di Jawa menjadi Ki
Sapanjang. Nama ini dikaitkan dengan perannya dalam memimpin perlawanan di
sepanjang pesisir Jawa.
Perlawanan dan kekacauan yang dilakukan orang-orang Cina itu kemudian meluas di berbagai tempat terutama di daerah pesisir Jawa. Perlawanan orang-orang Cina ini mendapat bantuan dan dukungan dari para bupati di pesisir. Bahkan yang menarik atas desakan para pangeran, Raja Pakubuwana II juga ikut mendukung pemberontakan orang-orang Cina tersebut.
Pada tahun 1741 benteng VOC di Kartasura dapat diserang sehingga jatuh banyak korban. VOC segera meningkatkan kekuatan tentara maupun persenjataan sehingga pemberontakan orang-orang Cina satu demi satu dapat dipadamkan. Pada kondisi yang demikian ini Pakubuwana II mulai bimbang dan akhirnya melakukan perundingan damai dengan VOC.
H.
Perlawanan
Pangeran Mangkabumi dan Mas Said
Perlawan
terhadap VOC kembali terjadi di Jawa, kali ini dipimpin oleh bangsawan kerajaan
yakni Pangeran Mangkubumi dan Raden Mas Said. Perlawanan berlangsung sekitar 20
tahun.
Pada
materi terdahulu sempat disinggung bahwa beberapa raja Mataram setelah Sultan
Agung merupakan raja yang lemah bahkan bersahabat dengan kaum penjajah. Begitu
juga pada saat pemerintahan Pakubuwana II terjadi persahabatan dengan VOC.
Bahkan VOC semakin berani untuk menekan dan melakukan intervensi terhadap
jalannya pemerintahan Pakubuwana II. Wilayah pengaruh Kerajaan Mataram juga
semakin berkurang.
Persahabatan
antara Pakubuwana II dengan VOC ini telah menimbulkan kekecewaan para bangsawan
kerajaan, apalagi VOC melakukan intervensi dalam urusan pemerintahan kerajaan.
Hal ini mendorong munculnya berbagai perlawanan misalnya perlawanan Raden Mas Said.
Raden Mas Said adalah putera dari Raden Mas
Riya yang bergelar Adipati Arya Mangkunegara dengan Raden Ayu Wulan putri dari
Adipati Blitar. Pada usia 14 tahun Raden Mas Said sudah diangkat sebagai gandek kraton
(pegawai rendahan di istana) dan diberi gelar R.M.Ng. Suryokusumo. Karena
merasa sudah berpengalaman, Raden Mas Said kemudian mengajukan permohonan untuk
mendapatkan kenaikan pangkat.
Akibat permohonan ini Mas Said justru
mendapat cercaan dan hinaan dari keluarga kepatihan, bahkan dikait-kaitkan
dengan tuduhan ikut membantu pemberontakan orang-orang Cina yang sedang
berlangsung. Mas Said merasa sakit hati dengan sikap keluarga kepatihan.
Muncullah niat untuk melakukan perlawanan terhadap VOC yang telah membuat
kerajaan kacau karena banyak kaum bangwasan yang bersekutu dengan VOC. Ia
diikuti R. Sutawijaya dan Suradiwangsa (yang kemudian dikenal dengan Kiai
Kudanawarsa) pergi keluar kota untuk menyusun kekuatan. Kemudian Mas Said pergi
menuju Nglaroh untuk memulai perlawanan.
Oleh para pengikutnya Mas Said diangkat
sebagai raja baru dengan gelar Pangeran Adipati Anom Hamengku Negara Senopati
Sudibyaning Prang. Hingga kini sebutan Mas Said yang sangat dikenal masyarakat
yakni Pangeran Sambernyawa. Perlawanan Mas Said ternyata cukup kuat karena
mendapat dukungan dari masyarakat dan ini merupakan ancaman yang serius bagi
eksistensi Pakubuwana II sebagai raja di Mataram.
Oleh karena itu, pada tahun 1745 Pakubuwana
II mengumumkan barang siapa yang dapat memadamkan perlawanan Mas Said akan
diberi hadiah sebidang tanah di Sukowati (di wilayah Sragen sekarang). Mas Said
tidak menghiraukan apa yang dilakukan Pakubuwana II di istana, ia terus
melancarkan perlawanan kepada kerajaan maupun VOC.
Mendengar adanya sayembara berhadiah itu,
Pangeran Mangkubumi ingin mencoba sekaligus menakar seberapa jauh komitmen dan
kejujuran Pakubuwana II. Pangeran Mangkubumi adalah adik dari Pakubuwana II.
Pangeran Mangkubumi dan para pengikutnya berhasil memadamkan perlawanan Mas
Said. Ternyata Pakubuwana II ingkar janji.
Pakubuwana II kehilangan nilai dan
komitmennya sebagai raja yang berpegang pada tradisi, sabda pandhita ratu
datan kena wola-wali (perkataan raja tidak boleh ingkar). Karena
bujukan Patih Pringgalaya, Pakubuwana II tidak memberikan tanah Sukowati kepada
Pangeran Mangkubumi. Terjadilah pertentangan antara Raja Pakubuwana II yang
didukung Patih Pringgalaya di satu pihak dengan Pangeran Mangkubumi di pihak
lain.
Dalam suasana konflik ini tiba-tiba dalam
pertemuan terbuka di istana itu Gubernur Jenderal Van Imhoff mengeluarkan
kata-kata yang menghina dan menuduh Pangeran Mangkubumi terlalu ambisi mencari
kekuasaan. Hal inilah yang sangat mengecewakan Pangeran Mangkubumi, pejabat VOC
secara langsung telah mencampuri urusan pemerintahan kerajaan. Pangeran
Mangkubumi segera meninggalkan istana.
Tidak ada pilihan lain kecuali angkat
senjata untuk melawan VOC yang telah semena-mena ikut campur tangan
pemerintahan kerajaan. Hal ini sekaligus untuk memperingatkan saudara tuanya
Pakubuwana II agar tidak mau didikte oleh VOC.
Pangeran Mangkubumi dan pengikutnya pertama
kali pergi ke Sukowati untuk menemui Mas Said. Kedua pihak bersepakat untuk
bersatu melawan VOC. Untuk memperkokoh persekutuan ini, Raden Mas Said
dijadikan menantu oleh Pangeran Mangkubumi. Mangkubumi dan Mas Said sepakat
untuk membagi wilayah perjuangan.
Raden Mas Said bergerak di bagian timur,
daerah Surakarta ke selatan terus ke Madiun, Ponorogo dengan pusatnya Sukowati.
Sedangkan Mangkubumi konsentrasi di bagian barat Surakarta terus ke barat
dengan pusat di Hutan Beringin dan Desa Pacetokan, dekat Pleret (termasuk
daerah Yogyakarta sekarang). Diberitakan pada saat itu Pangeran Mangkubumi
membawahi sejumlah 13.000 prajurit, termasuk 2.500 prajurit kavaleri.
Karena perjanjian itu berisi pasal-pasal
antara lain:
1) Susuhunan Pakubuwana II menyerahkan Kerajaan Mataram baik
secara de facto maupun de jure kepada VOC.
2) Hanya keturunan Pakubuwana II yang berhak naik tahta, dan
akan dinobatkan oleh VOC menjadi raja Mataram dengan tanah Mataram sebagai
pinjaman dari VOC.
3) Putera mahkota akan segera dinobatkan. Sembilan hari setelah
penandatanganan perjanjian itu Pakubuwana II wafat. Tanggal 15 Desember 1749
Baron van Hohendorff mengumumkan pengangkatan putera mahkota sebagai Susuhunan
Pakubuwana III.
Perjanjian
tersebut merupakan sebuah tragedi karena Kerajaan Mataram yang pernah berjaya
di masa Sultan Agung harus menyerahkan kedaulatan atas seluruh wilayah kerajaan
kepada pihak asing. Hal ini semakin membuat kekecewaan Pangeran Mangkubumi dan
Mas Said, sehingga keduanya harus meningkatkan perlawanannya terhadap kezaliman
VOC.
Perlawanan Pangeran Mangkubumi berakhir setelah tercapai Perjanjian Giyanti pada tanggal 13 Februari 1755. Isi pokok perjanjian itu adalah bahwa Mataram dibagi dua. Wilayah bagian barat (daerah Yogyakarta) diberikan kepada Pangeran Mangkubumi dan berkuasa sebagai sultan dengan sebutan Sri Sultan Hamengkubuwana I, sedang bagian timur (daerah Surakarta) tetap diperintah oleh Pakubuwana III.
Sementara perlawanan Mas Said berakhir setelah tercapai Perjanjian Salatiga pada tanggal 17 Maret 1757 yang isinya Mas Said diangkat sebagai penguasa di sebagian wilayah Surakarta dengan gelar Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I.
Perhatikan Video Materi Berikut:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar