Penjajahan Pemerintahan Hindia Belanda
Penjajahan Belanda di Indonesia berlangsung selama 350 tahun atau 3,5 abad lamanya.
Pada tahun 1596, bangsa Belanda pertama kali mendarat di wilayah Banten, Indonesia, di bawah kepemimpinan Cornelis de Houtman. Tujuan Belanda datang yakni untuk berdagang dan mendapatkan
rempah-rempah dengan harga murah.
Penjajahan Belanda di Nusantara dimulai tahun 1602, Belanda secara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah yang
kini adalah Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di antara
kerajaan-kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit.
Indonesia diberi nama oleh Pemerintahan Belanda pada saat Nusantara berada di bawah kekuasaan Belanda, namanya kemudian diubah menjadi Nederlandsch Indie (Hindia Belanda) atau Nederlandsch Oost-Indie (Hindia Timur Belanda). Hal ini dilakukan sebagai tanda bahwa wilayah Nusantara menjadi daerah koloni atau jajahan Kerajaan Belanda.
Masa Pemerintah Republik Bataaf (1795 – 1806)
Pada periode sekitar tahun
1795 terjadi berbagai konflik di Eropa, dan pada saat itu pula terjadi
perubahan di negara Belanda. Muncul kelompok yang menamakan kaum patriot. Kaum
ini mendapat pengaruh dari Perancis yaitu liberte (kemerdekaan), egalite (persamaan)
dan fraternite (persaudaraan). Paham tersebut kemudian
dikenal dengan Paham Revolusi Perancis yang menyuarakan adanya negara keatuan
di tubuh pemerintahan Belanda. Pada tahun 1795 terjadi penyerbuan Perancis atas
Belanda. Belanda takluk dan Raja Willem V selaku kepala pemerintahan Belanda
melarikan diri ke Inggris. Belanda dikuasai Perancis.
Selanjutnya di Belanda
dibentuk pemerintahan baru bernama Republik Bataaf (1795-1806)
yang dipimpin oleh Louis Napoleon saudara Napoleon Bonaparte. Di sisi lain,
Raja Willem V ditempatkan di salah satu kota di Inggris dan mengeluarkan
perintah agar Belanda menyerahkan wilayahnya ke Inggris, bukan kepada Perancis
melalui surat – surat kew.
Pihak Inggris kemudian bergerak cepat dengan mengambil
alih wilayah – wilayah jajahan Belanda di Hindia Belanda salah satunya Padang
pada tahun 1795, selanjutnya Ambon dan Banda pada tahun 1796. Inggris juga
memperkuat armada laut untu memblokade Batavia. Pemerintahan Belanda yang ada
di Indonesia seakan di dikendalikan oleh Perancis dan semua kebijakan tidak
lepas dari campur tangan Perancis. Untuk mempertahankan wilayah kepulauan
Nusantara, Louis Napoleon memberikan mandat kepada Herman Willem Daendels yang
merupakan salah satu tokoh revolusioner untuk mempertahankan tanah Jawa dari
serangan Inggris.
1.
Pemerintahan
Herman Willem Deandles (1808 -1811)
Daendels memimpin sebagai Gubernur Jendral Hindia Belanda pada periode 1808 hingga 1811. Daendels ditugaskan untuk mempertahankan wilayah Nusantara dari serangan Inggris. Daendels dituntut memperkuat pertahanan dan memperbaiki administrasi pemerintahan serta meningkatkan ekonomi khususnya di tanah Jawa. Daendels merupakan seorang tokoh dari kaum patriot yang dipengaruhi ajaran Revolusi Perancis. Berikut ini adalah kebijakan – kebijakan yang dikeluarkan Daendels selama memerintah.
a.
Bidang
Pertahanan dan Keamanan
Untuk mempertahankan pulau Jawa dari
serangan Inggris, Daendels mengeluarkan kebijakan diantaranya :
·
Membangun benteng –
benteng pertahanan
·
Membangun angkatan
laut di Anyer dan Ujung Kulon. Pada perkembangannya pembangunan pangkalan di
Ujung Kulon tidak berhasil
·
Meningkatkan jumlah
tentara dengan merekrut pribumi menjadi pasukan Belanda
·
Pembangunan jalan
Anyer hingga Panarukan
Dengan adanya kebijakan – kebijakan yang
dilakukan Daendels, seolah merubah pandangan dari Daendels yang dikenal sebagai
tokoh muda yang demokratis dan menjiwai panji – panji Revolusi Perancis menjadi
seorang yang diktator dan bertangan besi. Daendels memaksa kerja rodi untuk
pembangunan jalan raya yang menyebabkan banyaknya orang – orang yang jatuh
sakit dan meninggal.
a.
Bidang
Pemerintahan
Pada bidang pemerintahan, Daendels
banyak melakukan perubahan dalam tata cara dan adat istiadat kerajaan –
kerajaan di Jawa. Jika sebelumnya VOC ketika menyambangi Kasunana Surakarta dan
Kesultanan Yogyakarta masih menggunakan tata cara tertentu seperti memberi
hormat, tidak menggunakan payung emas, membuka topi ketika duduk dan duduk di
kursi yang lebih rendah dari raja, Daendels menolak menjalani hal – hal
tersebut.
Pakubuwono IV bahkan terpaksa menerima,
sedangkan Hamengkubuwono II menolak. Adanya penolakan dari Hamengkubuwono
menyebabkan perseturuan dengan pihak Belanda. Daendels berhasil mempengaruhi
Mangkunegara II untuk membentuk pasukan Legiun Mangkunegara yang
sewaktu – waktu dapat membantu Daendels ketika dibutuhkan. Dengan adanya
kekuatan Belanda dan dukungan dari beberapa kerajaan, Daendels bersikap congkak
dan banyak melakukan intervensi dengan ikut campur dalam internal kerajaan
seperti pada saat pergantian raja.
Melihat adanya intervensi dari Daendels,
Raden Rangga yang merupakan kepala pemerintahan Mancanegara dibawah Kesultanan
Yogyakarta mulai melakukan perlawanan. Hamengkubuwono II mendukung sepenuhnya
perlawanan Raden Rangga. Namun sayangnya perlawanan Raden Rangga mampu ditumpas
dan Raden Rangga terbunuh dalam perlawanannya sendiri.
Setelah mampu menumpas perlawanan Raden
Rangga, Daendels memberi ultimatum kepada Hamengkubuwono II untuk mengangkat
Danureja II menjadi patih dan Hamengkubuwono II harus mengganti rugi kepada
pemerintah Belanda atas perlawanan Raden Rangga. Sultan Hamengkubuwono II
menolak ultimatum tersebut dan akhirnya terjadi perseturuan untuk kedua
kalinya.
Pada tahun 1810, Daendels membawa 3.200 pasukan ke
Yogyakarta. Dengan pasukan ini, Hamengkubuwono II akhirnya tunduk dan turun
tahta digantikan Hamengkubuwono III. Hamengkubuwono II lebih sering disebut
Sultan Raja dan Hamengkubuwono III disebut Sultan Sepuh (Sepuh / Tua).
Hamengkubuwono II masih diizinkan untuk tinggal di keraton.
Selain itu, Daendels menerapkan kebijakan – kebijakan
untuk memperkuat kedudukannya, diantaranya :
·
Membatasi kekuasaan
raja – raja di Nusantara
·
Membagi pulau Jawa
menjadi sembilan daerah prefectuur / prefektur.
·
Kedudukan bupati
yang sebelumnay berdiri sendiri diubah menjadi pegawai pemerintahan Belanda
yang digaji. Sekalipun begitu, bupati masih memiliki hak penuh dalam mengelola pemerintahannya.
·
Kerajaan Banten dan
Cirebon dihapus dan daerahnya dinyatakan sebagai wilayah pemerintahan kolonial
Belanda
b.
Bidang Peradilan
Untuk mengatur ketertiban dan keberlangsungan
pemerintahan Belanda, Daendels memberlakukan perbaikan di bidang peradilan
diantaranya :
·
Penerapan tiga
jenis peradilan : (1) peradilan untuk orang Eropa; (2) peradilan untuk orang
Timur Asing; (3) peradilan untuk orang pribumi. Khusus untuk peradilan pribumi
dibentuk di setiap prefektur seperti di Batavia, Surabaya dan Semarang.
·
Peraturan tentang
pemberantasan korupsi tanpa memandang kasta baik itu orang Eropa maupun Timur
Asing
c. Bidang Ekonomi dan Sosial
Sepeninggal VOC
dengan segala carut marut keuangan, hutang dan korupsi, Daendels dituntut
memperbaiki sistem dan mengembalikan kestabilan ekonomi Hindia Belanda sembari
mengumpulkan uang untuk biaya perang. Daendels melakukan beberapa kebijakan
diantaranya :
·
Memaksa para
penguasa di Jawa untuk menggabungkan diri ke dalam wilayah pemerintahan
kolonial
·
Melakukan
pemungutan pajak
·
Meningkatkan hasil
bumi berupa tanaman – tanaman yang laku di pasaran dunia
·
Penyerahan wajib
hasil pertanian bagi pribumi
·
Melakuakan
penjualan tanah kepada pihak swasta
1. Pemerintahan Jan Willem Janssens (1811)
Pada Bulan Mei tahun 1811, Daendels dipanggil oleh Louis
Napoleon untuk kembali ke negara Belanda. Sepeninggal Daendels sebagai Gubernur
Jendral, ia digantikan oleh Jan Willem Janssens yang sebelumnya menjabat
sebagai Gubernur Jendral di Tanjung Harapan (Afrika Selatan) pada tahun 1802 –
1806. Pada tahun 1806, Janssens terusir dari Tanjung Harapan karena Tanjung
Harapan jatuh ke tangan Inggris.
Pada tahun 1810, Janssens ditunjuk menggantikan Daendels
untuk memimpin Jawa dan resmi menjadi Gubernur Jendral di Hindia Belanda pada
tahun 1811. Janssens berusaha memperbaiki keadaan di Hindia Belanda, namun
Inggris sebagai musuh dari Belanda pada saat itu telah menguasai beberapa
wilayah di Nusantara. Disisi lain, Lord Minto memerintahkan Thomas Stamford
Raffles (pemimpin serangan Inggris) untuk menguasai pulau Jawa. Raffles pun
menyiapkan serangan dan pergi ke Jawa. Pengalaman pahitpun dirasakan Janssens
untuk kedua kalinya karena dalam perkembangannya ia terusir dari tanah
jajahannya.
Pada tanggal 4 Agustus 1811, sebanyak 60 kapal Inggris sudah berada di Batavia. Kemudian pada 26 Agustus 1811, Batavia mampu dikuasai Inggris dibawah kepemimpinan Raffles. Janssens kemudian lari ke Semarang dan bergabung dengan Legiun Mangkunegara serta prajurit Yogyakarta dan Surakarta. Pasukan Inggris masih mengejarnya hingga berhasil dipukul mundur. Janssens kemudian lari ke daerah Salatiga tepatnya di Tuntang. Janssens kemudian menyerah kepada Inggris dan ditandai dengan adanya perjanjian Kapitulasi Tuntang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar