Latihan Soal Tentang Materi Imperialisme dan Kolonialisme Kelas XI IPS 2
silakan untuk mengerjakan Soal Latihan dibawah ini!
Mempelajari Materi Tentang Imperialisme dan Kolonialisme di Dunia Maya XI IPS 2
Kolonialisme adalah sebuah paham tentang penguasaan suatu negara oleh negara atau bangsa lainnya dengan tujuan memperluas kekuasaan negara tersebut. Lalu, imperialisme adalah sebuah sistem politik yang dilakukan dengan menjajah negara lain, bertujuan untuk mendapatkan kekuasaan dan keuntungan sebesar mungkin.
Perusahaan Hindia Timur Belanda, secara resmi bernama Persatuan Perusahaan Hindia Timur (bahasa Belanda: Vereenigde Oostindische Compagnie; disingkat VOC) didirikan pada 20 Maret 1602. VOC adalah persekutuan dagang asal Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia.
Penjajahan Belanda di Indonesia berlangsung selama 350 tahun atau 3,5 abad lamanya. Pada tahun 1596, bangsa Belanda pertama kali mendarat di wilayah Banten, Indonesia, di bawah kepemimpinan Cornelis de Houtman. Tujuan Belanda datang yakni untuk berdagang dan mendapatkan rempah-rempah dengan harga murah.
Awal mula kedatangan Belanda Ke Indonesia yaitu berdagang, karena melihat di Nusantara terdapat banyak rempah-rempah maka Belanda berkeinginan untuk mendapatkan rempah-rempah tersebut. Karena kedatangan Belanda tidak hanya mencari rempah-rempah dan berdagang, namun juga ingin menguasai wilayah Nusantara maka timbulah perlawanan dari rakyat terhadap pemerintah Belanda.
Dampak dari imperialisme dan kolonialisme juga memicu rasa nasionalis dan cinta tanah air rakyat Indonesia, sehingga bersatu untuk melawan penjajah akibat adanya penindasan. Imperialisme dan kolonialisme bangsa Eropa terhadap Indonesia berdampak pada seluruh berbagai aspek yaitu aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan Pendidikan.
Latihan Soal Tentang Materi Imperialisme dan Kolonialisme Kelas XI IPS 2
silakan untuk mengerjakan Soal Latihan dibawah ini!
Dampak Perkembangan Imperialisme dan Kolonialisme
Kolonialisme dan imperialisme yang dilakukan penjajah membawa berbagai dampak terhadap Bangsa Indonesia. Bersumber dari situs National Geographic, kolonialisme adalah penguasaan suatu kekuasaan terdapat suatu daerah atau orang lain. Hal ini terjadi saat suatu bangsa menaklukkan bangsa, termasuk penduduknya dan mengeksploitasinya.
Sedangkan imperialisme merupakan sebuah praktik pemaksaan kekuasaan atau kekuasaan suatu bangsa terhadap bangsa lainnya dengan tujuan untuk memperluas kekuasaan menggunakan perolehan tanah dan/atau pemaksaan dominasi ekonomi dan politik. Mengacu pada pengertian dari kedua praktik penjajahan tersebut, tentu dampak buruk lebih banyak terjadi dibandingkan dengan dampak baiknya. Bahkan gambaran kejamnya kolonialisme penjajah dituliskan dalam sebuah novel karya Multatuli berjudul Max Havelaar. Baik kolonialisme maupun imperialisme membawa di berbagai sektor kehidupan Bangsa Indonesia, mulai dari politik, ekonomi, hingga budaya dan pendidikan. Berikut ini dampak-dampak dari penjajah terhadap Indonesia semasa penjajahan.
A.
Bidang Politik
dan Struktur Pemerintahan
Bangsa
Barat membawa dampak yang cukup besar dalam dunia politik Indonesia pada masa
penjajahan. Pengaruh penjajah perlahan semakin kuat sehingga mampu
melakukan intervensi masalah internal kerajaan-kerajaan di Nusantara. Hal ini
membuat kekuasaan penguasa Indonesia pada masa tersebut semakin melemah bahkan
hilang.
Perubahan
yang sistem politik dan pemerintahan yang signifikan ini menyebabkan hilangnya
kekuasaan politik dari para penguasa Indonesia ke tangan Belanda. Adapun
beberapa dampak imperialisme dan kolonialisme di Indonesia dari sisi politik
antara lain:
1. Dasar
pemerintahan yang modern yang dibuat Daendels atau Raffles membuat kedudukan
Bupati berubah menjadi pegawai negeri dan digaji, yang semula
merupakan kedudukan adalah turun temurun dan mendapat upeti dari rakyat
menurut adat istiadat.
2. Bupati dijadikan
alat kekuasaan pemerintah kolonial. Pamong praja yang dahulu berdasarkan garis
keturunan sekarang menjadi sistem kepegawaian.
3.
Jawa dijadikan
tempat pusat pemerintahan dan membaginya menjadi wilayah perfektuf.
4. Intervensi
terhadap persoalan kerajaan yang dilakukan oleh Belanda dan Inggris, contohnya
tentang pemilihan raja sehingga imperialis mendominasi politik di Indonesia.
Yang mengakibatkan peranan elite kerajaan berkurang dalam politik, dan
kekuasaan pribumi melemah.
5. Hukum yang dulu
menggunakan hukum adat diubah menggunakan sistem hukum barat modern.
6.
Belanda ikut campur
dalam pengambilan kebijakan raja.
7. Perubahan dalam
politik pemerintahan kembali terjadi akibat kebijakan politik Pax Nederlanica
di akhir abad 19 menuju awal abad 20. Jawa menjadi pusat pemerintahan dan
membaginya menjadi wilayah perfektuf.
Dampak kolonialisme dan imperialisme
penjajah juga masih berpengaruh hingga sekarang. Hal ini terlihat dari sistem
pemerintahan di Indonesia sekarang yang merupakan warisan dari penerapan ajaran
Trias Politica yang dijalankan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Dalam badan yudikatif dalam struktur
tersebut, pemerintahan kolonial Belanda membagi badan peradilan menjadi tiga
kelompok berdasarkan golongan masyarakat di Hindia-Belanda.
Badan peradilan tersebut terdiri dari
peradilan untuk orang Eropa, peradilan orang Timur Asing, dan peradilan orang
pribumi. Dalam badan legislatif, pemerintah kolonial Belanda membentuk
Volksraad atau Dewan Rakyat tahun 1918.
B.
Dampak
Kolonialisme dan Imperialisme Dalam Bidang Ekonomi
Masuknya
bangsa Eropa di Indonesia membawa berbagai pengaruh termasuk dalam kehidupan
perekonomian bangsa Indonesia. Pada masa penjajahan, penduduk Indonesia
diperkenalkan dengan mata uang yaitu uang kertas dan logam.
Hal
ini kemudian yang mendorong munculnya sistem perbankan modern ditandai
dengan berdirinya de Javasche Bank, bank modern pertama di Hindia-Belanda yang
didirikan di Batavia (sekarang Jakarta) pada tahun 1828.
Kehidupan
perekonomian yang mulai membaik kemudian mempengaruhi sektor lain seperti
pembangunan jalan raya pos Anyer hingga Panarukan, jaringan kereta api,
hingga industri pertambangan.
Meskipun
banyak pembangunan di berbagai daerah, hal tersebut sama sekali tidak membuat
kehidupan rakyat Indonesia makmur. Sistem kerja paksa, buah dari masif nya
pembangunan oleh Pemerintah Kolonial, membuat rakyat menderita. Selain kerja
paksa,
berikut
ini dampak lain dari kolonialisme dan imperialisme di bidang ekonomi:
1. Monopoli dan
penguasaan suatu daerah atau koloni oleh penjajah yang menimbulkan situasi yang
tidak sehat dalam hal perdagangan.
2.
Perekonomian
bergeser dari pertanian pangan menjadi industri perkebunan.
3. Praktik monopoli
perdagangan oleh VOC membuat mundurnya perdagangan Nusantara dari kancah
perdagangan internasional.
4. VOC memanfaatkan
para penguasa tradisional dalam mengeksploitasi tanah jajahandengan menerapkan
sistem indirect rule, dalam penyerahan wajib hasil bumi dan pemungutan
pajak hasil bumi.
5.
Penerapan sistem
tanam paksa menyebabkan rakyat Indonesia mengenal jenis tanaman baru.
6. Munculnya
pedagang-pedagang perantara dalam perdagangan internasional yang dipegang oleh
orang Timur Asing, sedangkan bangsa Indonesia hanya sebagai pengecer
7.
Munculnya
kota-kota baru di sekitar perusahaan-perusahaan Belanda.
8. Sistem ekonomi
uang yang diperkenalkan kepada masyarakat Indonesia. Dampak yang ditimbulkan
salah satunya adalah sistem utang.
9. Dalam pengerjaan
lahan pertanian, penduduk memulai mengenal pinjaman modal. Namun mereka harus
mengembalikan uang dengan sistem bunga yang memperparah perekonomian.
C.
Dampak
Kolonialisme dan Imperialisme Dalam Bidang Sosial Budaya
Pada
masa penjajahan terutama masa penjajahan Belanda, pemerintah kolonial sering
berkomunikasi dengan bahasa Belanda. Kebiasaan tersebut sedikit banyak
mempengaruhi budaya penduduk Indonesia terutama bidang bahasa. Beberapa kata
dalam bahasa Indonesia memiliki kemiripan dengan bahasa Indonesia.
Contohnya,
kain untuk mengeringkan badan setelah mandi dalam bahasa Belanda adalah
Handdoek, sedangkan dalam bahasa Indonesia adalah Handuk. Selain bahasa,
bangsa Barat juga memperkenalkan berbagai macam hiburan seperti musik
internasional hingga tarian dansa.
Ilmu
arsitektur khas bangsa Barat juga banyak digunakan pada masa penjajahan. Banyak
bangunan bersejarah seperti Lawang Sewu di Kota Semarang yang menjadi saksi
bisu dampak kolonialisme di bidang budaya.
Sedangkan
dalam bidang sosial bisa dilihat dari menyebarnya agama Kristen Katolik dan
Kristen Protestan. Penyebaran agama Katolik dan Kristen Protestan tidak lepas
dengan para misionaris yang berasal dari bangsa Barat.
Selain
penyebaran agama baru, berikut ini dampak lain kolonialisme dan imperialisme di
bidang sosial:
1.
Terjadi perubahan
pelapisan sosial dalam masyarakat pada masa kolonial, yaitu:
a)
Golongan Timur
Asing yang terdiri dari orang Cina dan Timur Jauh
b)
Golongan Eropa
yang terdiri dari orang Belanda dan orang Eropa lainnya
c)
Golongan pribumi.
2. Ada mobilitas
sosial dengan adanya gelombang transmigrasi, terutama untuk memenuhi
tenaga-tenaga di perkebunan-perkebunan di luar Jawa yang dibuka oleh Belanda.
3. Muncul kelompok
buruh dan kelompok majikan. Hal ini disebabkan berdirinya pabrikdan perusahaan
sehingga pekerjaan masyarakat Indonesia menjadi dinamis.
4. Munculnya
masyarakat terdidik karena tuntutan memenuhi pegawai pemerintah sehingga
menyebabkan didirikannya sekolah-sekolah di berbagai kota. Faktor ini kemudian
mendorong lahirnya elit terdidik atau priyai cendikiawan di
perkotaan.
5. Terbentuknya
status sosial dimana yang tertinggi adalah Eropa lalu Asia dan Timur yang
terakhir kaum Pribumi.
6. Adanya penindasan
dan pemerasan secara kejam. Tradisi yang dimiliki oleh bangsa Indonesia,
seperti upacara dan tata cara yang berlaku dalam lingkungan istana menjadi
sangat sederhana, bahkan cenderung dihilangkan. Tradisi tersebut secara
perlahan-lahan digantikan oleh tradisi pemerintah Belanda.
7. Daerah Indonesia terisolasi di laut sehingga kehidupan berkembang ke pedalaman. Kemunduran perdagangan di laut secara tak langsung menimbulkan budaya feodalisme di pedalaman. Dengan feodalisme rakyat pribumi dipaksa untuk tunduk atau patuh pada tuan tanah sehingga kehidupan penduduk Indonesia mengalami kemerosotan.
D.
Dampak
Kolonialisme dan Imperialisme Dalam Bidang Pendidikan
Pendidikan di Indonesia berkembang dan dianggap penting setelah adanya kebijakan Politik Etis pada masa Kolonial Belanda. Sekolah-sekolah mulai dibangun menggunakan sistem pendidikan barat dan hanya kalangan bangsawan saja yang bisa mendapatkan pendidikan tersebut.
Tersebarnya keadaan Rakyat Indonesia yang tertindas itu tidak lepas dari tokoh yang bernama Multatuli yang menerbitkan buku megenai keadaan masyarakat kala itu dengan judul Max Havelaar. Selain itu juga terdapat tulisan mengenai “Utang Kehormatan” oleh Van Deventer yang terbit di majalah Belanda, de Gids (Hoesein, 2010:14). Dalam tulisan tersebut dijelaskan bahwa Belanda berhutang kepada Bangsa Indonesia atas semua kekayaan yang mereka peroleh, sehingga perlu dibayarkan kembali untuk kesejahteraan pribumi.
Pemikiran Van Deventer itu kemudian dikenal dengan ethische politiek atau Politik Etis, yang berfokus pada tiga hal yaitu pendidikan, Perpindahan penduduk, dan irigasi. Sehingga pada tahun 1901, Ratu Wilhelmina mengumukan mengenai penyelidikan kesejahteraan di Jawa dan politik itupun disahkan (Ricklefs, 2007:320).
Dari politik etis yang diterapkan di Indonesia, yang paling besar pengaruhnya adalah dalam bidang pendidikan. Pada awalnya pendidikan ini diperuntukan untuk menghasilkan tenaga kerja pembantu pemerintahan dan hanya untuk kalangan Belanda serta kalangan priyayi, namun pada akhirnya sekolah-sekolah rakyat semakin berkembang. Sekolah-sekolah tersebut diantaranya ialah Eurepese Lagree School (ELS), STOVIA atau sekolah kedokteran, Hoogeree Burgelijk School (HBS), dan lainnya. Untuk kalangan pribumi kemudian disediakan sekolah Kelas Satu yang diperuntukan kalangan atas. Sedangkan untuk rakyat disediakan sekolah Kelas Dua atau disebut Sekolah Ongko Loro.
Berkembangnya pendidikan di kalangan pribumi ini juga memicu munculnya rasa kesadaran nasional untuk memerdekakan negara. Muncul golongan terdidik di kalangan pemuda. Kebanyakan golongan aktivis ini bersekolah di STOVIA atau Sekolah Dokter Jawa. Dengan semakin meluasnya pendidikan dan munculnya golongan pemuda terpelajar semakin menyebarkan rasa nasionalisme dikalangan Bangsa Indonesia.
Meskipun seakan memberikan kesempatan untuk rakyat
pribumi mengenyam pendidikan, tujuan dibangun sekolah oleh pemerintah Belanda
adalah untuk kepentingan mereka sendiri.
Belanda sengaja mendirikan sekolah agar bisa
mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang terdidik dan terampil namun
murah. Dampak dari kolonialisme dan imperialisme Belanda di bidang
pendidikan bisa di lihat berikut ini:
1.
Munculnya
golongan-golongan terpelajar di Indonesia.
2. Bangsa Indonesia
bisa membaca dan menulis sehingga dapat menjadi tenaga-tenaga kerja di
perusahaan Belanda.
3.
Bangsa Indonesia
menjadi tahu perkembangan yang terjadi di dunia luar.
Munculnya golongan
terpelajar di Indonesia yang mampu membaca, menulis, dan paham tentang dunia
luar, kemudian mendorong perjuangan para pemuda terpelajar untuk melakukan
perlawanan secara diplomasi.
Organisasi pelajar
pertama yang didirikan pada masa penjajahan adalah Boedi Oetomo. Organisasi
yang didirikan oleh dr. Wahidin Sudirohusodo, dr. Sutomo dan Suraji, menjadi
pelopor bangkitnya pergerakan nasional di Indonesia.
Setelah Boedi Oetomo
berdiri, banyak organisasi lainnya yang berdiri. Meskipun banyak organisasi
yang terbentuk, tujuan dari organisasi tersebut tetap sama yaitu berjuang untuk
melepaskan Indonesia dari jajahan kolonialisme.
Perhatikan Video Materi Berikut:
Perang Melawan Penjajah Kolonial Hindia Belanda
Perjuangan Indonesia untuk mengecap kemerdekaan tidak semudah membalikan telapak tangan. Butuh waktu lebih dari 350 tahun untuk bisa terbebas dari penjajahan kolonial Belanda. Meskipun demikian, perjuangan yang digelorakan di setiap penjuru Tanah Air terus berkobar dan tidak sedikit para pemimpin perjuangan di berbagai daerah yang hingga kini dikenang akan keberaniannya dalam perang melawan kolonial Belanda.
Keberanian para pejuang dan pemimpin perjuangan di berbagai daerah dalam melawan kolonial Belanda begitu dikenang oleh seluruh Rakyat Indonesia. Dengan persenjataan tradisional seadanya, para pejuang menunjukan semangat pantang menyerah dalam berbagai peperangan melawan penjajah. Berikut ini merupakan beberapa perang dalam melawan pemerintah kolonial Belanda, diantaranya :
A.
Perang Tondano
“Perang
Tondano yang terjadi pada 1808-1809 adalah perang yang melibatkan orang
Minahasa di Sulawesi Utara dan pemerintah kolonial Belanda pada permulaan abad
XIX. Perang pada permulaan abad XIX ini terjadi akibat dari implementasi
politik pemerintah kolonial Hindia Belanda oleh para pejabatnya di Minahasa,
terutama upaya mobilisasi pemuda untuk dilatih menjadi tentara “ (Taufik
Abdullah dan A.B. Lapian, 2012:375)
a)
Perang Tondano I
(1808)
Sekalipun
hanya berlangsung sekitar satu tahun Perang Tonando dikenal dalam dua tahap.
Perang Tonando I terjadi pada masa kekuasaan VOC. Orang-orang Spanyol sudah
sampai di tanah minahasa Sulawesi utara. Orang-orang spanyol di samping
berdagang juga menyebarkan Agama Kristen. Tokoh yang berjasa dalam penyebaran
agama kristen di tanah Minahasa adalah Fransiscus Xaverius. Hubungan orang
Minahasa dan Spanyol terus berkembang. Tetapi mulai abad XVII hubungan antara
keduanya mulai terganggu dengan kehadiran perang VOC.
VOC
berusaha memaksa kehendak agar orang-orang minahasa menjual berasnya kepada
VOC. Oleh karena VOC sangat membutuhkan beras
untuk melakukan monopoli perdagangan beras di sulawesi utara. Orang-orang
Minahasa menentang saha monopoli tersebut. Tidak ada pilihan lain bagi VOC
kecuali memerangi orang-orang minahasa. Untuk melemahkan orang-orang Minahasa,
VOC membendung Sungai temberan. Akibatnya aliran sungai meluap dan menggenangi
tempat tinggal rakyat dan para pejuang Minahasa.
b)
Perang Tondano II
(1809)
Perang
Tondano II sudah terjadi ketika memasuki abad ke-19, yakni pada masa
pemerintahan Kolonial Belada. Perang ini dilatarbelakangi oleh oleh kebijakan
gubernur Jenderal Daendels. Daendels yang mendapat mandat untuk memerangi Inggris
memerlukan pasukan dalam jumlah besar. Untuk menambah jumlah pasukan maka
direktur pasukan dari kalangan pribumi. Mereka yang dipilih adalah dari
suku-suku yang memiliki keberanian berperang. Suku yang dipilih yaitu orang
Madura, Dayak, dan Minahasa.
Dalam
suasana yang kertis itu tidak ada pilihan lain bagi Gubernur Prediger kecuali
mengirim pasukan untuk menyerang pertahanan orang-orang minahasa di Tonando,
Minawanua. Belanda kembali menerapkan strategi dengan membendung sungai
Temberan. Prediger juga membentuk dua pasukan tangguh.
Perang
Tondano II berlangsung cukup lama, bahkan sampai Agustus 1809. Dalam suasana
kepenatan dan kekurangan makanan manusia dan kelompok pejuang yang yang memihak
kepada Belanda. Namun dengan kekuatan yang ada para pejuang Tondano terus
memberikan perlawanan. Akhirnya pada tanggal 4-5 Agustus 1809 Benteng pertahanan
Moraya milik para pejuang hancur bersama rakyat yang berusaha mempertahankan.
Para pejuang itu memilih mati dari pada menyerah.
B.
Perang Pattimura
(1817)
Maluku
dengan rempah-rempahnya memang bagaikan “mutiata dari timur”, yang senantiasa
dihibur oleh orang-orang Barat. Namun kekuasaan orang-orang barat telah merusak
tata ekonomi dan pola pergangan bebas yang telah lama berkembang di nusantara.
Pada masa pemerintah Inggris di bawah Reffles keadaan Maluku relatif lebih
tenang karena Ingris bersedia membayar hasil bumi rakyat maluku.
Menanggapi
konisi yang demikian para tokoh dan pemuda Maluku melakukan serangkaian pertemuan
rahasia. Sebagai contoh telah diadakan pertemuan rahasia di pulau Huruku, pulau
yang di huni orang-orang Islam. Selanjutnya pada tanggal 14 Mei 1817di Pulau
Saparua (Pulu yang dihuni orang-orang Kristen) Kmbali diadakan pertemuan di
sebuah tempat yang sering disebut dengan Hutan Kyuptih.
Gerakan
perlawanan dimulai dengan menghancurkan kapal-kapal Belanda di pelabuhan. Para
pejuang Maluku kemudian menuju Benteng Duurstede. Ternyata sudah berkumpul
pasukan Belanda. Dengan demikian tejadi pertempuran antara para pejuang Maluku
melawan pasukan Balanda. Belanda waktu itu di pinpin oleh Residenvan dan Berg.
Sementar dari pihak para pejuang selain patimura juga tamppil tokoh-tokoh
seperti Christina Martha Tiahahu, Thomas Pattiwwail, dan Lucas Latumahina.
Belanda
kemudian mendatangkaan bantuan dari Ambon. Datanglah 300 rpajurit yang dipimpin
oleh Mayor Beetjes. Pasukan ini kawal oleh dua kapal perang yakni
kapal Nassau dan Evertsen. Namun bantuan ini dapat digagalkan oleh pasukan
patimura, bahkan mayor Beetjes terbunuh. Kembali kemenangan ini semakin
menggelora perjuangan para pejuang di berbagai tempat seperti saram, Hitu,
Haruku dan Lerike.
Upaya
perlindungan mulai ditawarkan, tetaoi tidak ada kesempatan. Akhirnya belanda
mengerahkan semua kekuatannya termasuk bantuan dari Betavia untuk merebut
kembali Benteng Duurstede. Agustus 1817 Saparua diblokade, Bentang Duurstede
dikepung disertai tembakan meriam yang bertubu-tubi. Satu persatu
perlawanan di luar benteng dapat di patahkan.
Belanda belum uas sebelum dapat menangkap Pattimura. Bahkan Belnda mengumumkan kepada siapa saja yang dapat menangkap Pattimura akan diberi hadiah 1.000 gulden. Setelah enam bulan memimpin perlawanan, akhirnya Pattimura tertangkap. Tepat pada tanggal 16 Desember 1017 Patimura dihukum gantung di alun-alun kota Ambon. Cristin Martha Tihahu yang berusaha melanjutkan perang gerilya akhirnya jug tertangkap.
Ia tidak dihukum mati tetapi bersama 36 orang lainnya dibuang ke jawa sebagai pekerja rodi. Di dalam kapal Christina Martha Tiahahu mogok tidak mau makan dan tidak mau buka mulut. Ia jatuh sakit dan akhirnya meninggal pada tanggal 2 Januari 1818. Jenazahnya dibuang ke laut antara Pulau Baru dan Pulau Tiga. Berakhirlah perlawanan Pattimura.
C. Perang Padri
Perang Padri terjadi di tanah Minangkabau, Sumatera
Barat pada tahun 1821–1837. Perang ini digerakkan oleh para pembaru Islam. Perang
Padri sebenarnya merupakan perlawanan kaum Padri terhadap dominasi pemerintahan
Hindia Belanda di Sumatra Barat adanya pertentangan antara kaum Padri dengan
kaum adat telah menjadi pintu masuk bagi campur tanggan Belanda.
Sejak akhir abad ke-18 telah datang seseorang ulama
dari kampung Kota Tua didaratan agam. Tuanku Kota Tua menyatakan bahwa
masyarakat minang kabau sudah begitu jauh menyimpang dari ajaran islam sesuai
dengan Al Quran dan Sunah Nabi. Kemudian pada tahun 1803 datang lah tiga orang
ulama yang baru saja pulang haji dari tanah suci mekah, yakni: Haji Miskin,
Haji Sumanik dan Haji Piabang.
Mereka melanjutkan gerakan pembaruan atau pemurnian pelaksanan
ajaran Islam seperti yang pernah dilakukan oleh Tuanku Kota Tua. Orang Belanda
menyebutnya dengan Padri yang dapat dikaitkan dengan kata padre dari bahasa
Portugis untuk menujukan orang-orang Islam yang berpakian putih sementara kaum
adat di Sumatra Barat memakai pakian hitam.
Tahun 1821 pemerintah India Belanda mengangkat James Du
Puy sebagai Presiden di Minangkabau. Pada tanggal 10 Februari 1821, Du Puy
mengadakan perjajian persahbatan dengan tokoh adat, Tuanku Suruaso dan 14
Penghulu minang kabau. Tindakan Belanda ini ditentang keras oleh kaum Padri,
maka tahun 1821 itu meletuslah perang Padri.
Perang Padri di Sumatra Barat ini dapat dibagi dalam
tiga fase yaitu:
a) Fase Pertama (1821-1825)
Pada fase pertama,dimulai gerakan kaaum Padri meyerang
pos-pos dan pencegatan terhadap patroli-patroli Belanda. Kemudian Pasaman
menggerakan sekitar 20.000 sampai 25.000 pasukan sekitar hutan disebelah
timur gunung. Sedangkan Belanda dengan kekuatan 200 orang serdadu
Eropa ditambah sekitar 10.000 pasukan orang pribumi. Tuanku Pasama dengan sisa
pasukanya kemudian mengundurkan diri ke Lintau.Sementara pasukan
Belanda telah berasil mengyasai seluruh lembah tanah datar, mendirikan benteng
bi Batusangkar terkenal dengan sebutan Front Van der Capellen.
Periode tahun 1821-1825, serangan-serangan kaum Padri
memang meluas di seluruh tanah Minangkabau. Bulan September 1822 kaum Padri
berasil mengusir Belanda dari sungai paur, Guguk Sigandang dan Tajong Alam.
Peto Syarif adalah sejarah Perang Padri dikenal sebagai Tuanku Iman
Bonjol. ia sangat gigih memimpin kaum Padri untuk melawan kekejaman dan
keserakahan Belanda di tanah Minangkabau.
Pada tanggal 26 Januari 1824 perdamaian antara Belanda
dengan kaum Padri di wilayah Alahan Panjang. Perundingan ini dikenal dengan
Perjajinan Masang. Tindakan Belanda itu telah menimbulkan amarah kaum
Padri Alahan Panjang dan menyatakan pembatalan kesepakatan dalam perjajian
Masang. Dengan demikian perlawanan kaum Padri masih terus berlangsung di
berbagai tempat.
b) Fase Kedua (1825-1830)
Perlawanan
kaum Padri di Sumatra Barat bagi Belanda tahun ini sedikit mengendorkan
ofensifnya dalam perang Padri. Oleh kerana itu, Kolonel De Stuers merupakan
penguasa sipil dan meliter di Sumatra Barat tokoh-tokoh kaum Padri untuk
menghentikan perang dengan megadakan perjajin perdamaian. Pada tanggal 15
November 1825 ditandatangani Perjanjian Padang. Isi perjajian padang antara lain
yaitu:
1. Belanda
mengakui kekuasan pemimpin Padri di Batusangkar, Saruaso, Padang Guguk
Sikadang, Agam , Bukittinggi dan menjamin pelaksanan sistem agama didaerahnya
2. Kedua belah
pihak tidak akan saling menyerang
3. Kedua pihak
akan melindungi para pedagang dan oaring-orang yang sedang melakukan perjalanan
4. Secara
bertahan Belanda akan melarang praktik adu ayam.
c) Fase Ketiga (1830-1837/1838)
Peristiwa tahun 1825-1830 di Jawa, peristiwa perang
Diponogoro berakhir pada tahun 1830, semua kekuatan Belanda dikonsentarasikan
ke Sumatra Barat untuk menghadapi perlawanan kaum Padri. Dimulailah Perang
Padri fase ketiga.
Pada pertemuan fase ketiga kaum Padri,
orang-orang Padri yang mendapatkan dukungan kaum adat itu bergerak ke pos-pos
tentara Belanda. tindakan kaum Padri dijadikan Belanda di bawah Gillavry untuk
menyerang Koto Tuo di Ampek Angkek.
Tahun 1831 Gillavry digantikan oleh Jacob Elout ini
telah mendapatkan pesan dari Gubernur Jenderal Van den Bosch agar melaksanakan
seranggan besar-besaran terhadap kaum Padri. Pada Agustus1831 Belanda
dapat menguasai Banteng Marapalam, dengan jatuhnya benteng ini maka beberapa
nagari di sekitarnya ikut meyerah.
Pada tahun 1832 maka Belanda semakin meningkat
kekuatan kaum Padri di berbagai daerah. Pasukan legium Sentot Ali Basah
Prawirodirjo dengan 300 prajurit bersenjata. Tahun 1833 kekuatan Belanda sudah
begitu besar dengan melakukan penyerangan terhadap pos-pos pertahanan kaum
Padri.
Pada waktu penyerbuan Kamang, pasukan Belanda termasuk
perwirah terbunuh. Dan Belanda dapat menguasai Kamang, dalam serangkaian
pertempuran itu banyak kaum Padri telah menjadi korban, termasuk tokoh Tuanku
Nan Cerdik dapat di tangkap.
Disamping strategi militer, setelah Van den Bosch
berkunjung ke Sumatra Barat, pajak pasar dan berbagai jenis pajak dihapuskan.
Penghulu yang kehilangan pengasilan di beri gaji 25-30 golden. Para kuli yang
bekerja untuk pemerintahan Belanda juga di beri gaji 50 sen sehari.
Elout digantikan oleh E. Francis yang tidak akan
mencampuri urusan pemerintahan tradisional di Minangkabau. Plakat panjan
adalah pernyataan atau janji khidmat yang isinya tidak akan ada peperangan
antara Belanda dan kaum Padri. Kemudian Belanda mulai menawarkan perdamaian
kepada para pemimpin Padri.
Dengan kebijakan tokoh Padri dikontak oleh Belanda
dalam rangka mencapai perdamaian. Kekuatan pasukan Tuanku Nan Cerdik dapat
dihancurakan. Tahun 1834 Belanda dapat memusatkan kekuatanya untuk menyerang
pasukan Iman Bonjol di Bonjol. Tanggal 16 Juni 1835 benteng Bonjol di hujani
meriam oleh serdau Belanda. Agustus 1835 benteng di perbukitan dekat Bonjol
jatuh ketangan Belanda. Belanda juga mencoba mengontak Tuanku Iman Bonjol untuk
berdamai.
Iman Bonjol mau berdamai tapi dengan beberapa
persyaratan antara lain Iman Bonjol mintak agar Bonjol dibebeskan dari bentuk
kerja paksa dan negri itu tidak di duduki Belanda. Tetapi Belanda tidak memberi
jawaban , justru Belanda semakin ketat mengepung pertahanan di Bonjol. Pada
tanggal 25 Oktober 1837 Tuanku Iman Bonjol ditangkap.
Pasukan yang dapat meloloskan diri melanjutkan perang
gerilya di hutan-hutan Sumatera Barat. Iman Bonjol sendiri kemudian dibuang ke
Cianjur, Jawa Barat. Tanggal 19 Januari 1839 ia dibuang ke Ambon dan tahun 1841
dipindahkan ke Manado sampai meninggalnya pada tanggal 6 November 1864.
D. Perang Diponegoro
Memasuki
abad ke-19, keadaan di jawa khususnya di Surakarta dan Yogyakarta semakim
memprihatinkan. Dominasi pemerintahan kolonial juga telah menempatkan raakyat
sebagai objek pemerasan, sehingga makin menderita. Perubahan pada masa Van der
Capellen juga menimbulkan kekecewaan.
Beban
penderitaan rakyat itu semakin erat, karena diwajibkan membayar berbagai macam
pajak, seperti:
1. welah-welit
(pajak tanah)
2. pengawang-awang
(pajak halaman kekurangan)
3. pecumpling
(pajak jumlah pintu)
4. pajigar
(pajak ternak)
5. penyongket
(pajak pindah nama)
6. bekti (pajak
menyewa tanah atau menerima jabatan)
Dalam suasana penderitaan rakyat dan kekacauan itu tampil
seorang bangsawan, putera Sultan Hamengkubuwana III yang bernama Raden Mas
Ontowiryo atau lebih terkenal dengan nama pangeran Diponegoro. Oleh karena itu,
pangeran Diponegoro berusaha menentang dominasi Belanda yang kejam dan tidak
mengenal prikemanusiaan. Tanggal 20 Juli 1825 meletuslah Perang Diponegoro.
Bermula Dari Insiden Anjir Sejak tahun 1823, Semissaert di
angkat sebagai residen di Yogyakarta. Oleh karena itu, Smissaert bekerja sama
dengan Patih Denurejo berusaha menyingkirkan Pangeran Diponegoro dari istana
Yogyakarta. Pada suatu hari di tahun 1825 Smissaert dan Patih Danurejo dalam
rangka membuat jalan baru memerintahkan anak buahnya untuk memasang anjir
(pancang/patok).
Pangeran Diponegoro memerintahkan rakyat untuk mencabuti
anjir tersebut. Kemudian Patih Danurejo memerintahkan memasang kembali
anjir-anjir itu dengan dijaga pasukan Macanan (Pasukan pengawal kepatihan).
Kala itu tanggal 20 Juli 1825 sore hari, rakyat Tegalreja
berduyun-duyun berkumpul di dalem Tegalreja dengan membawa berbagai senjata
seperti pedang, tombak, lembing dan lain-lain.
Pangeran Diponegoro adalah pemimpin yang tidak
individualitas. Tercatat 15 dari 29 pangeran dan 41 dari 88 bupati bergabung
dengan pangeran Diponegoro.
a) Mengatur Strategi dari Selarong
Dari Selarong, Pangeran Diponegoro menyusun strategi
perang. Kumudian Pangeran Diponegoro menyusun langkah-langkah berikut:
1. Merencanakan
serangan kekeraton Yogyakarta dengan mengisolasi pasukan Belanda dan mecegah
masuknya bantuan dari luar.
2. Mengirim
kurir kepada para bupati atau ulama agar mempersiapkan peperangan melawan
Belanda.
3. Menyusun
daftar nama bangsawan, siapa yang sekiranya kawan dan siapa lawan.
4. Membagi
kawasan Kesultanan Yogyakarta menjadi bebrapa mandala perang, dan mengangkat
para pemimpinnya. Pangeran Diponegoro telah membagi menjadi 16 mandala perang,
misalnya: Yogyakarta dan sekitarnya dibawah komando Pangeran Adinegoro (adik
Diponegro) diangkat sebagai patih dengan gelar Suryenglogo.
Sebagai pucuk pimpinan Pangeran Diponegoro didampingi
oleh pangeran Mangkubumi (paman Pangeran Diponegoro), Nyi Ageng Serang yng
sudah berusia 73 tahun bersama cucunya R.M Papak bergabung bersama pasukan
Pangeran Diponegoro. Nyi Ageng Serang (nama aslinya R.A Kustiah Retno Edi),
sejak sejak remaja sudah anti terhadap Belanda dan pernah membantu ayahnya
(Penembahan serang) untuk melawan Belanda.
Misalnya Letkol Clurens dikirim ke Tegal dan
Pekalongan, kemudian Letkol Dielll ke Banyumas. Jenderal de Kock sebagai
pemimpin perang Belanda berusaha meningkatkan kekuatanya.
Tanggal 4 Okober 1825 pasukan Belanda menyerang pos
tersebut. Tetapi ternyata pos Gua Selarong sudah kosong . Ini memang bagian
dari strategi Pangeran Diponegro. Pada tahun 1826 pasukan Ali Basyah Sentot
Prawirodirjo ini berhasil mengalahkan tentara Belanda di daerah-daerah bagian
barat. (Kulo Progo dan sekitarnya).
b) Perluasan Perang di Berbagai daerah
Perlawanan Pangeran Diponegoro terus meningkat.
Beberapa pos pertahanan Belanda dapat dikuasai. Pergerakan pasukan Pangeran
Diponegoro meluas ke daerah Banyumas, Kedu, Pekalongan, Semarang dan Rembang.
Kemudian ke arah timur meluas ke Madiun, Magetan, Kediri dan sekitarnya. Perang
yang dikobarkan oleh Pangeran Diponegoro mampu menggerakkan kekuatan di seluruh
Jawa. Oleh karena itu, Perang Diponegoro sering dikenal dengan Perang Jawa.
Semua kekuatan dari rakyat, bangsawan, dan para ulama bergerak untuk melawan
kekejaman Belanda. Menghadapi perlawanan Diponegoro yang terus meluas itu,
Belanda berusaha meningkatkan kekuatannya. Beberapa komandan tempur dikirim ke
berbagai daerah pertempuran. Misalnya Letkol Clurens dikirim ke Tegal dan
Pekalongan, kemudian Letkol Diell ke Banyumas. Jenderal de Kock sebagai
pemimpin perang Belanda berusaha meningkatkan kekuatannya. Untuk menambah
kekuatan Belanda, juga didatangkan bantuan tentara Belanda dari Sumatera Barat.
Belanda berusaha menghancurkan pos-pos pertahanan
pasukan Pangeran Diponegoro. Sasaran pertama Belanda yaitu pos pertahanan
Pangeran Diponegoro di Gua Selarong. Tanggal 4 Oktober 1825 pasukan Belanda
menyerang pos tersebut. Namun, ternyata pos Gua Selarong sudah kosong. Ini
memang sebagai bagian strategi Pangeran Diponegoro. Pos pertahanan Diponegoro
sudah dipindahkan ke Dekso di bawah pimpinan Ali Basyah Sentot Prawirodirjo.
Pada tahun 1826 pasukan Ali Basyah Sentot Prawirodirjo ini berhasil mengalahkan
tentara Belanda di daerah-daerah bagian barat (Kulon Progo dan sekitarnya).
Sementara itu, di Gunung Kidul pasukan Diponegoro yang dipimpin oleh Pangeran
Singosari juga mendapatkan berbagai kemenangan. Benteng pertahanan Belanda di
Prambanan juga berhasil diserang oleh pasukan Diponegoro di bawah pimpinan
Tumenggung Suronegoro. Plered sebagai pos pertahanan Diponegoro juga sering
mendapat serangan Belanda. Meskipun demikian, Plered masih dapat dipertahankan
oleh pasukan Diponegoro di bawah Kertopengalasan. Seperti telah diterangkan di
atas bahwa perlawanan Pangeran Diponegoro mendapat dukungan luas dari para
bupati di mancanegara (istilah mancanegara untuk menyebut daerah-daerah yang
berada di luar Yogyakarta).
c) Benteng Stelsel Pembawa Petaka
Perlawanan
pasukan Pangeran Diponegoro senantiasa bergerak dari pos pertahanan yang satu kepos yang lainnya. Untuk menghadapi pasukan Diponegoro yang bergerak dari pos
satu kepos yang lainnya, Jenderal de kock kemudian menerapkan strategi dengan
system “Benteng Stelsel”atau”Stelsel Benteng”. Dalam tahun 1827 perlawanan
Diponegoro di beberapa tempat berhasil di pukul mundur oleh pasukan Belanda,
misalnya di Tegal, Pekalongan, Semarang, dan Magelang.
Dengan
system “Benteng Stelsel” ruang gerak pasukan Diponegoro dari waktu ke waktu
semakin sempit. Namaun perlawanan di Rembang dapat dipatahkan oleh Belanda pada
bulan Maret 1828. Pertahanan hati Sentot Prawirodirjo pun luluh, dan
menerima ajakan untuk berunding pada tanggal 17 Oktober 1829 ditandatangani
perjanjian Imigiri antara Sentot Prawirodirjo dengan pihak Belanda. Isi
pejanjian itu antara lain:
1. Sentot Prawidirjo diizinkan untuk tetap
memeluk agama Islam,
2. Pasukan
Sentot Prawiridirjo tidak di bubarkan dan tetap sebagai komandannya,
3. Sentot
Prawidirjo dengan pasukannya diizinkan untuk tetap memakai sorban,
4. Sebagai
kelanjutan perjanjian itu, maka pada tanggal 24 Oktober 1829 Sentot Prawidirjo
dengan pasukannya memasuki ibu kota negeri Yogyakarta untuk secara resmi
menyerahkan diri.
Belum ada tanda-tanda perlawanan Diponegoro mau berakhir.
Belanda kemudian mengumumkan kepada khalayak pemberian hadiah sejumlah 20.000 ringgit
bagi siapa saja yang dapat menyerahkan Pangeran Diponegoro baik dalam keadaan
hiup maupun mati.
E. Perlawanan Bali
Abad ke 19 Bali belum banyak menarik perhatian
orang-orang Barat untuk menanamkan pengaruhnya. Baru sekitar tahun 1830-an
Hindia Belanda aktif menanmkan pengaruhnya di Bali perkembangan dominasi
Belanda inilah yang kemudian menyulut api perlawanan rakyat Bali kepada Belanda
yang terkena dengan sebutan “Perang Puputan”.
·
Mengapa Terjadi
Perang Puputan di Bali?
Pada abad
ke-19 di Bali sudah berkembang kerajaan-kerajaan yang berdaulat. Misalnya
kerajaan Buleleng, Krangasem, Klungkung, Gianyar, Badung, Jembrana, Tabanan,
Menguri dan Bangli. Pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Daendels
mulai terjadi kontak dengan kerajaan-kerajaan di Bali, tidak sekedar urusan
dagang tetapi menyangkut sewa menyewa orang-orang bali untuk dijadikan
tentara pemerintah Hindia Belanda.
Tetapi dalam
perkembangannya pemerintah Hindia Belanda ingin menanamkan pengaruh dan
berkuasa di Bali. Akhirnya dicapai perjanjian atau kontrak politik antara
raja-raja di Bali dengan Belanda. Karena kelihaian atau bujukan Belanda,
raja-raja di Bali dapat menerima perjanjian untuk meratifikasi penghapusan
hukum Tawan Karang. Tetapi sampai tahun 1844 Raja Buleleng dan Karangasem belum
melaksanakan perjanjian tersebut.
Terbukti
pada tahun 1844 itu penduduk melakukan perampasan atas isi dua kapal Belanda
yang terdampar di pantai Sangsit (Buleleng) dan Jembrana (waktu itu juga
daerahnya Buleleng). Belanda memaksa Raja Buleleng, Gusti Ngurah Made
Karangasaem agar melaksanakan isi perjanjian yang telah di sepakati. Raja Gusti
Ngurah Made karangasem yang mendapat dukungan patihnya, I Gusti Ketut Jelantik,
dengan tegas menolak tuntutan Belanda tersebut.
Bahkan I
Gusti Ktut Jelantik sudah melakukan latihan dan menghimpun kekuatan untuk
melawan kesewenang-wenangan Belanda. Patih Ketut Jelantik terus mempersiapkan
prajurit Buleleng dan memperkuat pos-pos pertahanan. Sementara, pada tanggal 27
juni 1846 telah datang pasukan Belanda brkekuatan 1700 orang pasukan darat yang
langsung menyerbu kampung-kampung di tepi pantai. Benteng pertahanan Buleleng
jebol dan ibu kota singaraja di kuasai Belanda. Perjanjian di tandatangani pada
tanggal 6 juli 1846 yang isinya antara lain :
1. Dalam waktu
tiga bulan, Raja Buleleng harus menghancurkan semua benteng Buleleng yang
pernah di gunakan dan tidak boleh membangun benteng baru.
2. Raja
Buleleng harus membayar ganti rugi dari biaya perang yang telah di keluarkan
Belanda.
3. Belanda
diizinkan menempatkan pasukannya di Buleleng.
Tekanan Belanda itu coba di tandingi dengan tipu daya. Raja
dan para pejuang pun merimana isi perjanjian tersebut. Tetapi di balik itu Raja
dan patih Ktut Jelantik memperkuat pasukannya dengan cara membangun benteng
pertahanan yang kuat bagaikan gelar-supit urang di Jagaraga.
Dan rakyat juga tetap mempertahankan Hukum Tawan Karang.
Tahun 1847 ada kapal asing yang terdampar di Pantai Kusamba,
Klungkung dan dirampas oleh Kerajaan. Sudah tentu ini menjaikan Belanda marah,
dan mengeluarkan ultimatum. Tetapi ultimatum itu tidak dihiraukan oleh Raja di
Bali.belanda mengetahui bahwa Raja Buleleng membangkang dan Patih Ktut Jelantik
mempertahankan pasukannya.
Menghadapi hal tersebut Belanda terus meningkatkan
kekuatannya. Pada tanggal 7 dan 8 juni 1848, telah mendarat bala bantuan
Belanda di pantai Sangsit. Tanggal 8 juni serangan Belanda terhadap benteng
Jagaraga dimulai. Sebagai pemimpin tentara Belanda antara lain : J. Van
sweeten,
Letkol Sutherland benteng Jagaraga terus di hujani meriam. Namun pasukan Buleleng di bawah pimpinan Ketut Jelantik yang di bantu isterinya, Jero Jempiring mampu mengembangkan pertahanan dengan gelar-supit urang sehingga dapat menjebak pasukan Belanda. Lima orang opsir dan 74 orang sedadu dapat di tewaskan di tambah lagi tujuh opsir 98 serdadu mundur.
Tanggal 16 April sore hari semua kekuatan di jagaraga dapat di lumpuhkan oleh Belanda. Dengan terbunuhnya Raja Buleleng dan Patih Ketut Jelantik maka jatuhlah kerajaan Buleleng ke tangan Belanda. Pertempuran demi pertempuran masih terus terjadi. Tahun 1906 terjadi perang puputan di Badung, pada tahun 1908 terjadi perang puputan di klungkung.
F. Perang Banjar
Di Kalimantan selatan pernah berkembang kerajaan
Banjar wilayah kesultanan Banjarmasin ini pada abad ke-19 meliputi Kalimantan
selatan dan Kalimantan tengah sekarang. Adanya hasil-hasil seperti emas
dan intan, lada, rotan dan damar.hasil-hasil ini termasuk produk yang di minati
oleh orang-orang Barat, sehingga orang-orang Barat berminat untuk menguasai
kesultanan Banjarmasin.
Setelah melalui bujuk rayu di sertai tekanan-tekanan,
maka pada tahun 1817 terjadi perjanjian antara Sultan Banjar (Sultan
Sulaiman) dengan pemerintah Hindia Belanda. Bahkan menurut perjanjian yang
diadakan tanggal 4 Mei 1826 antara Sultan Adam Alwasikh dengan Belanda,
menetapkan bahwa daerah ke Sultanan Banjar tinggal daerah Hulu sungai,
Martapura, dan Banjarmasin. Wilayah yang semakin sempit itu telah membawa
problem dalam kehidupan sosial ekonomi.
Demikian rakyat menjadi sasaran eksploitasi baik dari
pemerintah kolonial maupun para pejabat kerajaan. Dalam suasana social ekonomi
yang memperhantinkan itu, di dalam kerajaan sendiri terjadi konflik intern. Hal
ini juga karena ulah intervensi Belanda. Hal ini bermula saat putera mahkota
Abdul Rakhman meninggal secara mendadak pada tahun 1852. Sementara Sultan Adam
memiliki tiga putera sebagai kandidat pengganti Sultan, yakni : Pangeran
Hidayatullah, pangeran Tamjidillah, dan Perabu Anom. Tahun 1857 Sultan Adam
meninggal.
Dengan sigap Residen E.F. Graaf Von Bentheim Teklenburg
mewakili Belanda mengangkat Tamjidillah sebagai Sultan dan Pangeran
Hidayatullah di angkat sebagai mangkubumi. Oleh karena itu,wajar kalau
pengangkatan Tamjidillah sebagai Sultan Banjarmasin menimbulkan protes dan rasa
kecewa dari berbagai pihak. Tamjidillah juga menghapus hak-hak istimewa pada
saudara-saudaranya termasuk menganggap tidak ada surat wasiat dari Sultan Adam
kepada pangeran Hidayatullah.
Kemudian, setelah hak-haknya di rampas, Pangeran Anom
dibuang ke Bandung. Dalam suasana yang penuh ketegangan itu ditambah terjadi
gerakan di pedalaman yang dipelopori oleh Aling. Aling yang juga di kenal
sebagai Panembahan.
Muning mengatakan dalam semedinya ia mendapatkan
firasat agar ke Sultanan Banjarmasin di kembalikan ke pada Pangeran Antasari,
sepupu Pangeran Hidayatullah. Pusat gerakan Aling dinamakan Tambai Mekah
(Serambi Mekah) yang terletak di tepian sungai Muning. Aling juga memanggil
Antasari agar datang di Tambai Mekah. Di samping kekuatan penuh dari pengikut
Aling, pangeran Antasari juga mendapat dukungan dari berbagai pihak seperti
Sultan Pasir dan Tumenggung Surapati pimpinan orang-orang dayak.
Pada tanggal 28 April 1859 orang-orang Muning di bawah
komando Penembahan Aling dan puteranya Sultan Kuning menyerbu kawasan tambang
batu bara di Pengaran. Dengan peristiwa tersebut, keadaan pemerintahan
Kesutanan Banjarmasin semakin kacau. Sultan Tamjidillah yang memang tidak di
senangi oleh rakyat itu juga tidak banyak berbuat. Mulai saat itu Kesultanan
Banjar berada di Bawah dominasi Belanda. Sementara itu pasukan Antasari sudah
bergerak menyerbu pos-pos Belanda di Martapura.
Bulan
Agustus 1859, Antasari bersama pasukan haji Buyasin, kiai Langlang, kiai Demang
Lehman berhasil menyerang benteng Belanda di Tabanio. Pada waktu itu memasuki
bulan Agustus/September tahun 1859 pertempuran rakyat Banjar terjadi di tiga
lokasi, yakni di sekitar Banua Lima, sekitar Martapura dan Tanah laut, serta
sepanjang sungai Barito.
Benteng
Tabinio bberhasil di kepung oleh Belanda. Demang Lehman dan pasukannya dapat meloloskan
diri. Dalam pertemuan di Kandangan itu menghasilkan kesepakatan yang intinya
para pemimpin pejuang perang Banjar menolak tawaran berunding dengan
Belanda,dengan merumuskan beberapa siasat perlawanan sebagai berikut :
1. Pemusatan
kekuatan perlawanan di daerah Amuntai.
2. Membuat dan
pemperkuat pertahanan di Tanah Laut, Martapura, Rantau dan Kandangan.
3. Pangeran
Antasari memperkuat pertahanan di Dusun Atas.
4. Mengusahakan
tambahan senjata.
Dalam pertemuan itu semua yang hadir mengatakan sumpah untuk
berjuang mengusir penjajah Belanda dari bumi Banjar tanpa kompromi : “Haram
Manyarah Wajah sampai Kaputing”. Perlu di ketahui bahwa pangeran Hidayatullah
setelah meninggalkan Martapura dan berkumpul dengan seluruh anggota keluarga,
kemudian diikuti pasukannya ia berangkat ke Amuntai. Meskipun tidak dengan
perangkat kebesaran, oleh para ulama dan semua pengikutnya, Hidayatullah
diangkat sebagai Sultan.
Gerakan perlawanan Pangeran Hidayatullah kemudian dipusatkan
di Barabai. Datanglah kemudian pasukan Demang Lehman untuk memperkuat pasukan
Hidayatullah. Pasukan infanterni dari Batalion VII, IX, XIII semua dikerahkan,
ditambah 100 orang petugas pembawa perlengkapan perang dan makanan. Juga
mengerahkan kapal-kapal perang dari Suriname, Bone dan kapal-kapal kecil. Terjadilah
pertempuran sengit. Kemudian membangun pertahanan di Gunung Madang.
Pertahanan di Gunung Madang pun jebol. Pangeran
Hidayatullah dengan sisa pasukannya kemudian berjuang berpindah-pindah,
bergerilya dari tempat yang satu ke tempa yang lainnya, dari hutan yang satu ke
hutan yang lainnya. Akhirnya pada tanggal 28 Februari 1862 Hidayatullah
berhasil di tangkap bersama anggota keluarga yang ikut bergerilya.
Hidayatullah bersama anggota keluarganya kemudian di asingkan
ke Cianjur, Jawa Barat. Sementara itu Pangeran Antasari terus melanjutkan
perlawanan. Oleh para pengikutnya Antasari kemudian diangkat sebagai pejuang
dan pemimpin tertinggi agama Islam dengan gelar : penembahan Amiruddin
Kalifatullah Mukminin.
G. Perang Aceh
Pada 26 desember 2004 terjadi tsunami di aceh
terjadi karena adanya gempa bumi yang begitu dahsyat dengan kekuatan 9,3 skala
Richter terletak di samudra Indonesia, kurang lebih 160 km sebelah barat aceh
pada kedalaman 10 km . tsunami itu telah meluluhlantakkan aceh.
Aceh juga di kenal sebagai serambi mekah. Aceh
merupakan daerah pertama masuknya islam di Nusantara. Di samping itu aceh juga
pernah menjadi pangkalan atau pelabuhan haji untuk seluruh Indonesia.
Sungguh Aceh ibarat Serambi Mekah merupakan daerah dan
kerajaan yang berdaulat. Tetapi kedaulatan mulai terganggu karena keserakahan
dan dominasi belanda. Penjajahan belanda ini telah berimbas ke aceh sehingga
melahirkan “perang aceh”, perangnya para pejuang untuk berjihad melawan
kezaliman kaum penjajah pada tahun 1873-1912.
a) Terjadinya Perang di Aceh
Aceh memiliki kedudukan yang strategis daerahnya luas
dan memiliki hasil penting. Karena itu dalam rangka mewujudkan pax
neerlandica, belanda sangat berambisi untuk menguasai aceh. Begitu juga zaman
pemerintahan Hindia Belanda. Pada tanggal 17 maret 1824 muncul traktat London.
traktat London itu adalah hasil kesepakatan antara inggris dan Belanda yang
isinya bahwa belanda telah mendapatkan kembali tanah jajahannya di kepulauan
nusantara, tidak diberikan menganggu kedaulatan aceh.
Pada tahun 1825 inggris sudah menyerahkan sibolga dan
natal kepada belanda. Belanda tinggal menunggu momen yang tepat untuk dapat
melakukan intervensi di aceh. Belanda juga bergerak di wilayah perairan aceh
dan selat malaka. Dengan alasan menjaga keamanan kapal-kapal yang sering
diganggu oleh para pembajak maka belanda menduduki beberapa daerah seperti
Baros dan singkel.
Pada tanggal 1 februari 1858, Belanda menyodorkan
perjanjian dengan sultan siak, sultan ismail. Perjanjian inilah yang di kenal
dengan Traktat Siak. Ini artinya daerah- daerah yang berada di bawah pengaruh
siak dan Indragiri berada di bawah dominasi Hindia belanda. Padahal
daerah-daerah itu sebenarnya berada di bawah lindungan kesultanan aceh.
Pada tanggal 2 november 1871. Isi trektat Sumatra itu
antara lain inggris memberi kebebasab kepada belanda untuk memperluas daerah
kekuasaannya di seluruh Sumatra. Dalam posisi yang terus terancam ini aceh
berusha mencari sekutu dengan Negara-negara lain. Pada tahun 1873 aceh kemudian
mengirim utusan yakni Habib Abdurrahman pergi ke turki untuk meminta bantuan
senjata.
Langkah-langkah itu di ketahui oleh belanda. Oleh
karena itu, Belanda mengancam mengancam dan mengultimatum agar kesultanan aceh
tunduk di bawah pemerintahan Hindia Belanda. Pada tanggal 26 maret 1873 belanda
melalui komisaris Niuwenhuijzen mengumumkan perang terhadap aceh. Para pejuang
aceh di bawah pemerintahan sultan Mahmud syah II mengobarkan semangat jihad
angkat senjata untuk melawan kezaliman Belanda.
b) Syahid atau Menang
Agresi
tentara Belanda terjadi pada tanggal 5 April 1873. Tentara Belanda di bawah
pimpinan Jenderal Mayor J.H.R. Kohler terus melakukan serangan terhadap pasukan
Aceh. Pasukan Aceh yang terdiri atas para ulebalang, ulama, dan rakyat terus
mendapat gempuran dari pasukan Belanda. Dengan memperhatian hasil laporan
spionase Belanda yang mengatakan bahwa Aceh dalam keadaan lemah secara politik
dan ekonomi, membuat para pemimpin Belanda termasuk Kohler optimis bahwa Aceh
segera dapat ditundukkan.
Oleh karena
itu, serangan-serangan tentara Belanda terus diintensifkan. Tetapi kenyataannya
tidak mudah menundukkan para pejuang Aceh. Dengan kekuatan yang ada para
pejuang Aceh mampu memberikan perlawanan sengit. Pertempuran terjadi kawasan
pantai, kemudian juga di kota, bahkan pada tanggal 14 April 1873 terjadi
pertempuran sengit antara pasukan Aceh dibawah pimpinan Teuku Imeum Lueng Bata
melawan tentara Belanda di bawah pimpinan Kohler untuk memperebutkan Masjid
Raya Baiturrahman.
Dalam
pertempuran memperebutkan Masjid Raya Baiturrahman ini pasukan Aceh berhasil
membunuh Kohler di bawah pohon dekat masjid tersebut. Pohon ini kemudian
dinamakan Kohler Boom. Banyak jatuh korban dari pihak Belanda. Begitu juga
tidak sedikit korban dari pihak pejuang Aceh yang mati syahid.
Terbunuhnya
Kohler ini maka pasukan Belanda ditarik mundur ke pantai.Dengan demikian
gagallah serangan tentara Belanda yang pertama.Ini membuktikan bahwa tidak
mudah untuk segera menundukkan Aceh.Karena kekuatan para pejuang Aceh tidak
semata-mata terletak pada kekuatan pasukannya, tetapi juga terkait hakikat
kehidupan yang didasarkan pada nilai-nilai agama dan sosial budaya yang sesuai
dengan ajaran Al-Qur’an.
Doktrin para
pejuang Aceh dalam melawan Belanda hanya ada dua pilihan “syahid atau menang” Dalam
hal ini nilai-nilai agama senantiasa menjadi potensi yang sangat menentukan
dalam menggerakkan perlawanan terhadap penjajahan asing. Oleh karena itu,
Perang Aceh berlangsung begitu lama.
Setelah
melipatgandakan kekuatannya, pada tanggal 9 Desember 1873 Belanda melakukan
agresi atau serangan yang kedua.Serangan ini dipimpin oleh J. van Swieten.
Pertempuran sengit terjadi istana dan juga terjadi di Masjid Raya Baiturrahman.
Para pejuang Aceh harus mempertahankan masjid dari serangan Belanda yang
bertubi-tubi.
Masjid terus
dihujani peluru dan kemudian pada tanggal 6 Januari 1874 masjid itu
dibakar.Para pejuang dan ulama kemudian meninggalkan masjid.Tentara Belanda
kemudian menuju istana. Pada tanggal 15 Januari 1874 Belanda dapat menduduki istana
setelah istana dikosongkan, karena Sultan Mahmud Syah II bersama para pejuang
yang lain meninggalkan istana menuju ke Leueung Bata dan diteruskan ke Pagar
Aye (sekitar 7 km dari pusat kota Banda Aceh). Tetapi pada tanggal 28 Januari
1874 sultan meninggal karena wabah kolera.
Jatuhnya
Masjid Raya Baiturrahman dan istana sultan, Belanda menyatakan bahwa Aceh Besar
telah menjadi daerah kekuasaan Belanda.Para ulebalang, ulama dan rakyat tidak
ambil pusing dengan pernyataan Belanda.Mereka kemudian mengangkat putra mahkota
Muhammad Daud Syah sebagai sultan Aceh.
Tetapi
karena masih di bawah umur maka diangkatlah Tuanku Hasyim Banta Muda sebagai
wali atau pemangku sultan sampai tahun 1884. Pusat pemerintahan di Indrapuri
(sekitar 25 km arah tenggara dari pusat kota). Semangat untuk melanjutkan
perang terus menggelora di berbagai tempat. Pertempuran dengan Belanda semakin
meluas ke daerah hulu.
Sementara
itu tugas van Swieten di Aceh dipandang cukup. Ia digantikan oleh Jenderal Pel.
Sebelum Swieten meninggalkan Aceh, ia mengatakan bahwa pemerintah Hindia
Belanda akan segera membangun kembali masjid raya yang telah dibakarnya. Tentu
hal ini dalam rangka menarik simpati rakyat Aceh.
Para pejuang
Aceh tidak mengendorkan semangatnya.Di bawah pimpinan ulebalang, ulama dan
ketua adat, rakyat Aceh terus mengobarkan perang melawan Belanda. Semangat
juang semakin meningkat seiring pulangnya Habib Abdurrahman dari Turki pada
tahun 1877. Tokoh ini kemudian menggalang kekuatan bersama Tengku Cik Di
Tiro.Pasukannya terus melakukan serangan-serangan ke pos-pos Belanda.
Kemudian Belanda menambah kekuatannya sehingga dapat mengalahkan serangan-serangan yang dilakukan pasukan Habib Abdurrahman dan Cik Di Tiro.Di bawah pimpinan Van der Heijden, Belanda berhasil mendesak pasukan Habib Abdurrahman, bahkan Habib Abdurrahman akhirnya menyerah kepada Belanda. Sementara Cik Di Tiro mendur ke arah Sigli untuk melanjutkan perlawanan. Belanda berhasil menguasai beberapa daerah seperti Seunaloh, Ansen Batee.
H. Perang Sabil
Tahun 1884 merupakan tahun yang sangat penting, karena
Muhammad Daud Syah telah dewasa maka secara resmi dinobatkan sebagai sultan
dengan gelar Sultan Ala’uddin Muhammad Daud Syah bertempat di Masjid Indrapuri.
Pada waktu upacara penobatan ini para pemimpin Perang Aceh seperti Tuanku
Hasyim, Panglima Polim, Tengku Cik Di Tiro memproklamirkan “Ikrar Prang Sabi”
(Perang Sabil).
Perang Sabil merupakan perang melawan kaphee
Beulanda (kafir Belanda), perang suci untuk membela agama, perang
untuk mempertahankan tanah air, perang jihad untuk melawan kezaliman di muka
bumi. Setelah penobatan itu, mengingat keamanan istana di Indrapuri dipindahkan
ke Keumala di daerah Pidie (sekitar 25 km sebelah selatan kota Pidie). Dari
Istana Keumala inilah semangat Perang Sabil digelorakan.
Dengan digelorakan Perang Sabil, perlawanan rakyat
Aceh semakin meluas.Apalagi dengan seruan Sultan Muhammad Daud Syah yang
menyerukan gerakan amal untuk membiayai perang, telah menambah semangat para
pejuang Aceh.Cik Di Tiro mengobarkan perlawanan di Sigli dan Pidie. Di Aceh
bagian barat tampil Teuku Umar beserta isterinya Cut Nyak Dien.
Pertempuran sengit terjadi di Meulaboh.Beberapa pos
pertahanan Belanda berhasil direbut oleh pasukan Teuku Umar.Pasukan Aceh dengan
semangat jihadnya telah menambah kekuatan untuk melawan Belanda. Belanda mulai
kewalahan di berbagai medan pertempuran. Belanda mulai menerapkan strategi baru
yang dikenal dengan “Konsentrasi Stelsel atau Stelsel Konsentrasi”.
Strategi Konsentrasi Stelsel itu ternyata juga belum
efektif untuk dapat segera menghentikan perang di Aceh. Bahkan dengan strategi
itu telah menyebarkan perlawanan rakyat Aceh dari tempat yang satu ke tempat
yang lain. Perang gerilya juga mulai dilancarkan oleh para pejuang Aceh.Gerakan
pasukan Teuku Umar juga terus mengalami kemajuan. Pertengahan tahun 1886 Teuku
Umar berhasil menyerang dan menyita kapal Belanda Hok Canton yang sedang
berlabuh di Pantai Rigaih.
Kapten Hansen (seorang berkebangsaan Denmark) nakhoda
kapal yang diberi tugas Belanda untuk menangkap Teuku Umar justru tewas dibunuh
oleh Teuku Umar. Ditengah-tengah perjuangan itu pada tahun 1891 Tengku Cik Di
Tiro meninggal. Perjuangannya melawan Belanda dilanjutkan oleh puteranya yang
bernama Tengku Ma Amin Di Tiro. Kemudian terpetik berita bahwa pada tahun 1893
Teuku Umar menyerah kepada Belanda.
Teuku Umar
kemudian dijadikan panglima tentara Belanda dan diberi gelar Teuku Johan
Pahlawan.Ia diizinkan untuk membentuk kesatuan tentara beranggotakan 250 orang.
Peristiwa ini tentu sangat berpengaruh pada semangat juang rakyat Aceh.
Nampaknya Teuku Umar juga tidak serius untuk melawan bangsanya sendiri.
Setelah
pasukannya sudah mendapatkan banyak senjata dan dipercaya membawa dana 800.000
gulden, pada 29 Maret 1896 Teuku Umar dengan pasukannya berbalik dan kembali
melawan Belanda. Peristiwa inilah yang dikenal dengan Het verraad van Teukoe
Oemar (Pengkhianatan Teuku Umar). Teuku Umar berhasil menyerang pos-pos Belanda
yang ditemui.
Peristiwa
itu membuat Belanda semakin marah dan geram.Sementara untuk menghadapi semangat
Perang Sabil Belanda juga semakin kesulitan. Oleh karena itu tidak ada pilihan
lain untuk melaksanakan usulan Snouck Horgronye untuk melawan Aceh dengan
kekerasan. Perlu diketahui bahwa sebelum itu Belanda telah meminta Snouck
Horgronye agar melakukan kajian tentang seluk beluk kehidupan dan semangat
juang orang-orang Aceh, sehingga dapat ditemukan strategi untuk segera
mengalahkan para pejuang Aceh.
Snouck
Horgronye mulai menyamar memasuki kehidupan di tengah-tengah kehidupan
masyarakat Aceh. Ia memakai nama samaran Abdul Gafar. Ia telah mempelajari
agama Islam dan adat budaya Aceh. Snouck Horgronye menyimpulkan bahwa para
pejuang Aceh itu sulit dikalahkan karena disemangati oleh semangat jihad dengan
tali ukhuwah Islamiyahnya. Oleh karena itu Snoukck Horgronye mengusulkan
beberapa cara untuk melawan perjuangan rakyat Aceh. Beberapa usulan itu adalah
sebagai berikut:
1. Perlu
memecah belah persatuan dan kekuatan masyarakat Aceh, sebab di lingkungan
masyarakat Aceh terdapat rasa persatuan antara kaum bangsawan, ulama, dan rakyat.
2. Menghadapi
kaum ulama yang fanatik dalam memimpin perlawanan harus dengan kekerasan, yaitu
dengan kekuatan senjata.
3. Bersikap
lunak terhadap kaum bangsawan dan keluarganya dan diberi kesempatan untuk masuk
ke dalam korps pamong praja dalam pemerintahan kolonial Belanda.
Belanda segera melaksanakan usulan-usulan Snouck Horgronye
tersebut.Belanda harus menggempur Aceh dengan kekerasan dan senjata. Untuk
memasuki fase ini dan memimpin perang melawan rakyat Aceh, diangkatlah gubernur
militer yang baru yakni van Heutsz (1898-1904) menggantikan van Vliet.
Genderang perang dengan kekerasan di mulai tahun 1899.Perang ini berlangsung 10
tahun. Oleh karena itu, pada periode tahun 1899-1909 di Aceh disebut dengan
masa sepuluh tahun berdarah (tien bloedige jaren).
Semua pasukan disiagakan dengan dibekali seluruh
persenjataan.Van Heutsz segera melakukan serangan terhadap pos pertahanan para
pemimpin perlawanan di berbagai daerah. Dalam hal ini Belanda juga mengerahkan
pasukan anti gerilya yang disebut Korps Marchausse (Marsose)
yakni pasukan yang terdiri dari orang-orang Indonesia yang berada di bawah
pimpinan opsir-opsir Belanda.
Mereka pandai berbahasa Aceh.Dengan demikian mereka dapat
bergerak sebagai informan. Dengan kekuatan penuh dan sasaran yang tepat karena
adanya informan-informan bayaran, serangan Belanda berhasil mencerai-beraikan
para pemimpin perlawanan. Teuku Umar bergerak menyingkir ke Aceh bagian barat
dan Panglima Polem dapat digiring dan bergerak di Aceh bagian timur.
Di Aceh bagian barat Teuku Umar mempersiapkan pasukannya
untuk melakukan penyerangan secara besar-besaran ke arah Meulaboh. Tetap
tampaknya persiapan Teuku Umar ini tercium oleh Belanda. Maka Belanda segera
menyerang benteng pertahanan Teuku Umar. Terjadilah pertempuran sengit pada Februari
1899. Dalam pertempuran ini Teuku Umar gugur sebagai suhada.Perlawanan
dilanjutkan oleh Cut Nyak Dien. Cut Nyak Dien dengan pasukannya memasuki hutan
dan mengembangkan perang gerilya.
Perlawanan rakyat Aceh belum berakhir. Para pejuang Aceh di
bawah komando sultan dan Panglima Polem terus berkobar. Setelah istana kerajaan
di Keumala diduduki Belanda, sultan melakukan perlawanan dengan
berpindah-pindah bahkan juga melakukan perang gerilya.Sultan menuju Kuta Sawang
kemudian pindah ke Kuta Batee Iliek.
Tetapi kuta-kuta ini berhasil diserbu
Belanda. Sultan kemudian menyingkir ke Tanah Gayo. Pada tahun berikutnya
Belanda menangkap istri sultan, Pocut Murong.Karena tekanan Belanda yang terus
menerus, pada Januari 1903 Sultan Muhammad Daud Syah terpaksa menyerah.Demikian
siasat licik dari Belanda.Cara licik ini.
Kemudian juga digunakan untuk mematahkan perlawanan Panglima
Polem dan Tuanku Raha Keumala. Istri, ibu dan anak-anak Panglima Polem
ditangkap oleh Belanda. Dengan tekanan yang bertubi-tubi akhirnya Panglima Polem
juga menyerah pada 6 Serptember 1903.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
Kerajaan Aceh yang sudah berdiri sejak 1514 harus berakhir.
Kerajaan boleh berakhir, tetapi semangat juang rakyat Aceh
untuk melawan dominasi asing sulit untuk dipadamkan.Sementara Cut Nyak Dien
terus mengobarkan perang jihad dengan bergerilya. Tetapi setelah pos pertahan
pasukannya dikepung tentara Belanda pada tahun 1906 Cut Nyak Dien berhasil ditangkap.Ia
dibuang ke Sumedang, Jawa Barat sampai meninggal pada tanggal 8 November 1908.
Namun perjuangan rakyat Aceh juga belum berakhir. Di daerah
Pidie sejumlah ulama masih terus melancarkan serangan ke pos-pos
Belanda. Tokoh-tokoh ulama itu misalnya Teungku Mahyidin Tiro bersama istrinya
Teungku Di Bukiet Tiro, Teungku Ma’at Tiro, Teungku Cot Plieng. Semua ulama ini
gugur dalam Perang Sabil melawan kezaliman Belanda.
Ulama yang terakhir mengadakan perlawaan di Pidie ini adalah
Teungku Ma’at Tiro yang waktu itu baru berusia 16 tahun. Tetapi setelah
dikepung di Pegunungan Tangse Teungku Ma’at Tiro berhasil ditembak mati oleh
Belanda pada tahun 1911.Ia mati syahid gugur sebagai kusuma bangsa.
Sementara itu di pesisir utara dan timur Aceh juga masih
banyak para ulama dan pemimpin adat yang terus melakukan perlawanan. Misalnya
Teuku Ben Pirak (ayah Cut Nyak Mutia), Teuku Cik Tinong (suami Cut Nyak Mutia).
Setelah ayah dan suaminya gugur, Cut Nyak Mutia melanjutkan perang melawan kekejaman
Belanda.
Cut Nyak Mutia sesuai dengan pesan suaminya Teuku Cik Tunong
sebelum ditembak mati oleh Belanda disarankan untuk menikah dengan Pang
Nanggru. Oleh karena itu, Cut Nyak Mutia dapat bersama-sama melawan Belanda
dengan Pang Nanggru.Pada tanggal 26 September 1910 terjadi pertempuran sengit
di Paya Cicem.
Pang Nanggru tewas dan Cut Nyak Mutia berhasil meloloskan
diri. Bersama puteranya Raja Sabil (baru usia 11 tahun), Cut Nyak Mutia terus
memimpin perlawanan. Tetapi Cut Nyak Mutia akhirnya dapat didesak dan gugur
setelah beberapa peluru menembus kaki dan tubuhnya.
Ulama yang lain seperti Teungku Di Barat bersama istrinya Cut
Po Fatimah masih melanjutkan perlawanan, tetapi suami-istri itu akhirnya juga
gugur tertembak oleh keganasan peluru Belanda pada tahun 1912. Demikian Perang
Sabil yang digelorakan rakyat Aceh secara massal baru berakhir pada tahun
1912.Tetapi sebenarnya masih ada gerakan-gerakan perlawanan lokal yang berskala
kecil yang sering terjadi.Bahkan dikatakan perang-perang kecil itu berlangsung
sampai tahun 1942.
I. Perang Batak
Setelah Perang Padri berakhir, Belanda terus meluaskan
daerah pengaruhnya. Belanda mulai memasuki tanah Batak. Hal ini merupakan
ancaman serius bagi kekuasaan Raja Batak, SiSingamangaraja XII. Masuknya
dominasi Belanda ke tanah Batak ini juga disertai dengan penyebaran agama
Kristen. Penyebaran agama Kristen sangat ditentang oleh SiSingamangaraja XII,
karena dikhawatirkan agama Kristen akan menghilangkan tatanan tradisional
dan bentuk kesatuan negeri yang ada secara turun-temurun.
Pada tahun 1877 raja SiSingamangaraja XII berkampanye
keliling ke daerah-daerah untuk menghimbau agar masyarakat mengusir para
zending yang memaksakan agama Kristen kepada penduduk. Akibat kampanye Raja
SiSingamangaraja XII telah menimbulkan ekses pengusiran para zending bahkan ada
penyerbuan dan pembakaran terhadap pos-pos zending di Silindung.
Kejadian ini telah memicu kemarahan Belanda dengan
alasan melindungi para zending, tanggal 8 Januari 1878 Belanda mengirim pasukan
untuk menduduki Silindung. Pecahlah Perang Batak.
Penyebab Perang Batak yaitu Belanda membuat alasan
bahwa mereka melawan Silindung karena melindungi para zending. Karena yang
jelas Belanda menduduki Silindung sebagai langkaah awal untuk memasuki tanah
Batak.mula ertama pasukan Belanda yang dipimpin oleh Kapten Schelten menuju
bahal batu. Rakyat batak yang dipimpin langsung oleh SiSingamangaraja XII
melakukan perlawanan terhadap gerakan pasukan Belanda di Bahal Batu.
Dalam perang ini rakyat Batak sudah mnenyiapkan
benteng pertahanan. Seperti benteng alam yang terletak di dataran tinggi Danau
Toba dan Silindung. Di samping itu juga dikembangkan benteng buatan yang adaa
di perkampungan. Pertempuran pertama terjadi di Bahal Batu, SiSingamangaraja
XII dengan pasukannya berusaha melakukan perlawanan sekuat tenaga.
Tetapi kekuatan pasukan batak tidk sesuai dengan
kekuatan asukan Belanda. Sehinnga pasukan SiSingamangaraja ditaarik mundur.
Karena ada gerakan mundur tadi, pasukan SiSingamangaraja XII juga melakukan
penyerangan pada pos-pos Belanda yang lain.
Perang batak ini semakin meluas, setelah berhasil
menggagalkan berbagai serangan pasukan SiSingamangaraja XII, Belanda bergerak
menuju ke Bakkara. Bakkara merupakan benteng dan istana Kerajaan
Sisingamangaraja. Denag jumlah pasukan yang besar, Belanda mengepung bakkara.
Beberapa komandan tempur ingin memasuki benteng
Bakkara, tetapi selalu dapat dihalau dengan lemparan batu oleh pejuang batak.
Akhirnya benteng dan Istana bakkara dihujani tembakan-tembakan, sehingga
bakkara dapat diduduki balanda. SiSingamangarajaa XII bersama pasukannya
berhasil meloloskan diri dan menyingkir ke daerah Paranginan.
Belanda terus memburu, Si Singamangaraja menyingkir ke
Lintung. Belanda terus mengejar, dan SiSingamangaraja XII terus bergerak ke
tambunan., lagu, Boti, terus ke Baligie. Belanda dapat menguasai daerah itu
semua, sehingga semua daerah sekitar Danau Toba sudah dikuasai Belanda.
SiSingamangaraja XII dengan sisa pasukannya bergerak
menuju Huta Puong. Pada Julitahun 1889 SiSingamangaraja XII kembali angkat
senjata melawan ekspedisi Belanda. Pada tanggal 4 september 1899 Huta Puong
juga jatuh e tangan Belanda. SiSingamangaraja XII membuat pertahanan di Pakpak
dan dairi, dan pasukan belanda melakukan sapu bersih dari Aceh sampai tanah
Gayo, termasuk yang ada di Batak.
Tahun 1907 pasukan Belanda di bawah komando Hans Christoffel memfokuskan untuk mengangkap SiSingamangaraja XII. Ia berhasil dikepung rapat didaerah segitiga Barus sidiklang dan Singkel. Dalam pengepungan ini Belanda melakukan cara licik yakini dengan menangkap istrinya yang bernama Boru Sagala dan dua orang putranya. Tetapi dengan beban psikologis yang berat SiSingamangaraja XII tetap bertahan.
Tanggal 7 juni 1907 siang pasukan belanda dikerahkan untu menangkap SiSingamangaraja XII di pos pertahanannya di Aik Sibulbulon. Dalam keadaan terdesak SiSingamangaraja XII dengan putranya melakukan perlawanan sekuat tenaga. Tetapi dalam pertempuran SiSingamangaraja XII tertembak mati, begitu juga putrinya Lopian dan dua orang putranya Sultan nagari dan Patuan. Dengan demikian berakhirlah perang Batak.
Perhatikanlah video materi berikut ini:
Latihan Soal Tentang Materi Imperialisme dan Kolonialisme Kelas XI IPS 2 silakan untuk mengerjakan Soal Latihan dibawah ini! Memuat…